Pakar UGM Zainal Arifin Mochtar Pesimis Agenda Pemberantasan Korupsi Bisa Berjalan Baik

Pakar UGM Zainal Arifin Mochtar, menyatakan tanpa adanya perbaikan dalam sistem perundang-undangan tindak pidana korupsi maka sulit mengharapkan pemberantasan korupsi bisa menjadi lebih baik.

11 Juli 2024, 21:50 WIB

Kendati demikian, dirinya menaruh harapan bahwa melalui momentum proses pemilihan ketua KPK yang baru disebutnya menjadi kesempatan kecil yang dapat dimanfaatkan dalam mendorong perbaikan di badan lembaga anti rasuah tersebut.

Dikatakan, partisipasi publik menjadi hal yang perlu didorong ke depan sebagai peran dalam pengawasan dan pemberantasan korupsi.

Direktur Caksana Institute, Wasingatu Zakiyah juga meminta publik untuk turut memberikan tekanan kepada pemerintah yang memungkinkan pengawasan korupsi.

SIGAP Ungkap Penyebab 39 Anak Disabilitas ‘Terlempar’ dari PPDB SMP Kota Jogja

“Publik juga perlu ikut mengawasi proses pemilihan pimpinan KPK. Cegah kursi pimpinan KPK diisi oleh orang-orang yang bermasalah dengan titipan para penguasa,” harap dia.

Lebih lanjut, jangan sampai ini (penegakan hukum) menjadi alat politik kekuasaan, oleh karena itu prosesnya perlu dikawal.

Sementara dalam pandangan Sekretaris Pukat UGM, Hasrul Halili dan Deputi Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Wawan Suyatmiko, dirinya merasa khawatir dengan kondisi KPK akhir-akhir ini yang pengawasannya semakin lemah.

Geger Kompos Bercampur Sampah Plastik di Bantul, DLH Kota Jogja Bilang Begini

Hal tersebut dapat dilihat melalui revisi Undang-Undang (UU) KPK. Regulasi baru KPK, yakni UU No. 19/2019 menempatkan KPK berada di bawah jajaran eksekutif dan pegawainya yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN). Posisi KPK di lingkup eksekutif sejatinya merupakan pertanda hilangnya independensi.

Berbagai indikator kinerja kata Hasrul Halili, terbagi dalam 6 dimensi pengukuran yang telah dikurangi jika dibandingkan dengan kinerja sebelum adanya revisi UU.

Dalam segi independensi, terjadi penurunan sebesar 55 persen dari 83 (2019) menjadi 28 persen. Kemudian pada dimensi penindakan terjadi penurunan sebesar 22 persen dari 83 persen (2019) menjadi 61 persen.

Bali Startup Expo Dorong Telenta Muda Naik Kelas dan Perkuat Ekosistem Bisnis Rintisan

Terdapat dimensi Kerja sama antar Antar Lembaga yang mengalami penurunan sebesar 25 persen dari 83 persen (2019) menjadi 58 persen. Penurunan juga disebutkan terjadi pada 3 dimensi sisa yakni Anggaran, Akuntabilitas dan Integritas, dan pencegahan disebut mengalami penurunan.

KPK dalam beberapa waktu terakhir juga dihadapkan pada permasalahan problem etik dengan ditetapkannya mantan pucuk pimpinan KPK, Firly Bahuri dan kasus pungutan liar yang melibatkan 90 pegawai di tubuh KPK. ***

Artikel Lainnya

Terkini