Presiden Jokowi Ingin Jadikan Hutan bagian Aksi Iklim Global

2 November 2021, 22:24 WIB

AVvXsEgz3eMpVKw4Rs4c3Vigfu4g63uqXD5yMnJJbhzUcjQjhjjGpzEb1Z6y5Z8lRiWN15 AyQoP3VbRkNTicsz1fLhqKY7pQFAOuW3SkKEzcT0e6LCDbFwGo2ufrP4PvkERxTmy5 L4hleZ5H2c9 Hfy9rwExt nnE2odgk6wyoWb JwC49einjf7t Z4ukcw
Presiden Joko Widodo saat pidato dihadapan para pemimpin dunia  pada
World Leaders Summit on Forest and Land Use di Scotish Event Campus,
Glasgow, Skotlandia./Dok.Biro Pers Setpres

Glasgow – Presiden Joko Widodo menyampaikan pandangannya terkait menjadikan hutan sebagai bagian dari aksi iklim global. 

Setidaknya ada tiga perspektif yang diutarakan Presiden saat menjadi pembicara pada World Leaders Summit on Forest and Land Use yang digelar di Scotish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, pada Selasa, (2/11/2021).

“Pertama, perhatian kita harus mencakup seluruh jenis ekosistem hutan, tidak hanya hutan tropis, tapi juga hutan iklim sedang dan boreal,” ujar Presiden Jokowi dikutip dari keterangan tertulisnya.

Kebakaran hutan, misalnya, berdampak pada emisi gas rumah kaca dan keanekaragaman hayati apapun jenis ekosistemnya. Kebakaran dahsyat di benua Amerika, Eropa, dan Australia juga menjadi kekhawatiran bersama. 

“Indonesia siap berbagi pengalaman tentang keberhasilannya mengatasi karhutla dengan negara-negara itu,” sambungnya.

Lebih jauh, Presiden menjelaskan bahwa terkait pengelolaan hutan, Indonesia juga telah mengubah paradigmanya, dari manajemen produk hutan menjadi manajemen lanskap hutan. Hal tersebut menjadikan pengelolaan area hutan menjadi lebih menyeluruh.

Selain itu, Indonesia juga melakukan restorasi ekosistem mangrove yang berperan dalam menyerap dan menyimpan karbon. Indonesia memiliki lebih 20 persen total area mangrove dunia, terbesar di dunia.

“Indonesia juga akan mendirikan Pusat Mangrove Dunia di Indonesia,” tuturnya.

Kedua, Presiden Jokowi menilai bahwa mekanisme insentif harus diberikan bagi pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Sertifikasi dan standar produksi harus disertai market incentives, sehingga berfungsi mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, bukan menjadi hambatan perdagangan.

Presiden juga menegaskan bahwa sertifikasi, metodologi, dan standar tersebut harus didasarkan pada parameter yang diakui secara multilateral, tidak dipaksakan secara unilateral dan berubah-ubah. Sertifikasi juga harus berkeadilan sehingga berdampak pada kesejahteraan, khususnya petani kecil. 

“Sertifikasi juga harus pertimbangkan semua aspek SDGs sehingga  pengelolaan hutan sejalan dengan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat,” tegasnya.

Ketiga, Presiden Jokowi memandang perlunya mobilisasi dukungan pendanaan dan teknologi bagi negara berkembang. Menurutnya, komitmen harus dilakukan melalui aksi nyata, bukan retorika. 

Presiden menegaskan bahwa memberi bantuan bukan berarti dapat mendikte, apalagi melanggar hak kedaulatan suatu negara atas wilayahnya. Dukungan harus country-driven, didasarkan pada kebutuhan riil negara berkembang pemilik hutan.

“Bagi Indonesia, dengan atau tanpa dukungan, kami akan terus melangkah maju. Kami kembangkan sumber-sumber pendanaan inovatif, di antaranya pendirian Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, penerbitan green bond dan green sukuk, serta mengembangkan mekanisme Nilai Ekonomi Karbon sebagai insentif bagi pihak swasta dalam mencapai penurunan emisi,” tutupnya. (Ahmad Rizki)

Artikel Lainnya

Terkini