Partisipasi Politik Kaum Perempuan ASEAN Rendah

27 Agustus 2014, 13:44 WIB
Karenanya, para aktivis dari lima negara ASEAN yakni Indonesia,
Malaysia, Kamboja Filipina dan Timor Leste, menggalang kekuatan
bersama-sama, berjuang untuk meningkatkan peran politik mereka.

KabarNusa.com
Kaum perempuan di beberapa negara di kawasan ASEAN menghadapi probelm
yang sama masih rendahnya partisipasi politik mereka baik di
pemerintahan atau pengambil kebijakan sehingga sulit untuk
memperjuangkan berbagai ketimpangan dan praktek diskriminasi yang
menimpa mereka.

Karenanya, para aktivis dari lima negara ASEAN
yakni Indonesia, Malaysia, Kamboja Filipina dan Timor Leste, menggalang
kekuatan bersama-sama, berjuang untuk meningkatkan peran politik mereka.

Mereka berkumpul di Bali melakukan pertemuan berhasil
menelorkan deklarasi yang disebut ” Transforming Women’s Political
Participation into Active Citizen  in Southeast Asia” yang
ditandatangani di Kuta, Bali pada Selasa 26 Agustus 2014.

Penandatanganan
deklarasi merupakan penyatuan 80 tokoh penting dunia yang bergerak di
bidang partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam politik di tingkat
regional.

Direktur Program Kemitraan Dr Agung Djojosoekarto
mengatakan, kalangan aktivis perempuan 5 negara ASEAN menyadari,
keterwakilan perempuan di bidang politik sangat penting dalam rangka
peningkatan keseteraan gender, kebebasan, HAM dan demokrasi secara
menyeluruh.

Hadirnya organisasi USAID dari Amerika yang membantu
LSM untuk memberdayakan perempuan, organisasi dan  tidak mengikat itu,
mengajak LSM bersam-asamamembebaskan masyarakat memberdayakan perempuan.

Sudah 3 tahun terakhir ini, USAID membantu LSM di Indonesia guna pemberdayaan perempuan.

Apalagi, keterwakilan perempuan kita di parlemen dibanding tahun lalu menurun 1 persen.
“Tahun lalu 18,04 persen atau sekitar 113 sekarang 17,45 persen atau sekitar 94 orang perempuan yang diparlemen,” ungkapnya.

Dalam
kesempatan Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Dian Kartikasari
mengakui partisipasi dalam dunia politik, perempuan memiliki
keterbatasan dan bermacam masalah antara lain  tantangan segi kultural
dan struktural, nilai kebudayaan, tradisi dan agama.

Cara pandang
menempatkan perempuan di keluarga dan masyarakat khususnya untuk
perempuam, kata dia, masih sangat jauh berbeda dengan laki-laki.

Dia
melihat ada adanya UU MD3I di DPR yang menghapuskan keterwakilan
perempuan dalam struktur pengurus. Laki-laki kenyataanya masih belum
memberikan ruang kepada perempuan.

“Akar masalahnya, karena
perempuan tidak mengambil keputusan di parlemen artau pemerintahan, ini
yang mesti kita perjuangkan bersama,” tukas dia.

Senada dengan
Dian, para aktivis lainnya seperti Antonieta Maia dari Kaukus Perempuan
dalam Politik di Timor Leste, Juliete Rousellot cambodian center for
human rights (CCHR), juga melonatarkan hal yang sama.

“Selain
sistem pemilihan yang perlu memberikan kursi untuk keterwakilan
perempuan partai politik juga patut menerima kenyataan bahwa akan ada
kandidat perempuan yang ikut bersaing dalam pemilihan,” ujar Maria Chin
Abdullah, Direktur Eksekutif dari Empower Malaysia. (kto)

Berita Lainnya

Terkini