![]() |
Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati |
Denpasar – Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP yang didalamnya terkait pasal perzinahan dan pemberlakuan jam malam bagi pekerja perempuan dinilai bisa mengganggu kepentingan pariwisata Bali.
Untuk itu, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) mendukung keputusan Presiden Joko Widodo yang meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menunda pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP, Jumat (20/9/2019).
Cok Ace yang juga Wakil Gubernur Bali menegaskan, insan pariwisata Bali tidak sekedar mendukung penundaan tersebut sekaligus akan mengajukan penolakan secara tertulis terhadap sejumlah pasal yg dinilai mengganggu kepariwisataan Bali.
Apalagi menurutnya hal itu telah memunculkan adanya sejumlah warning atau peringatan dari luar negeri agar warga negara mereka menghindari mengunjungi Bali. Misalnya dari Australia yang pula tak tertutup kemungkin disusul oleh negara lainnya.
“Kami dari insan pariwisata sangat konsern menjaga pariwisata Bali, untuk itu akan mengajukan usulan revisi tertulis kepada parlemen (DPR RI) atas beberapa pasal yang dinilai dapat berdampak negatif kepada khususnya pariwisata Bali,” ujarnya di Denpasar, Sabtu (21/9/2019).
Adapun sejumlah pasal yang sementara akan diusulkan untuk ditinjau kembali itu menurut dia, di antaranya adalah bab pasal bagian perzinahan, yakni pasal 417 dan 419 RKUHP.
Pasal ini dalam implementasinya akan sangat menyentuh ranah private masyarakat. Hal ini, tentu mengkhawatirkan wisatawan asing karena KUHP Indonesia menganut azas Teritorial seperti yg termaktub dalam pasal 2 KUHP yang berlaku saat ini.
Yang artinya setiap orang tidak peduli warga negara apapun yang diduga melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia, otomatis akan tunduk pada hukum Pidana Indonesia. Tentunya, hal ini akan membuat para wisatawan berpikir dua kali untuk berwisata ke Indonesia.
“Bila RKUHP berlaku tentunya pasal-pasal seperti yg disebutkan tadi dapat saja akan menjadi ancaman bagi mereka,” terangnya. Selain itu juga pasal 432 RKUHP yang kurang lebih berbunyi, “.. wanita pekerja yang pulang malam bisa dianggap sebagai gelandangan….dan seterusnya”.
Padahal dalam dunia industri pariwisata tidak tertutup kemungkinan pekerja wanita pulang malam karena tuntutan pekerjaan dan pelayanan dalam dunia pariwisata. “Tentu saja ini sangat mengganggu bisnis pariwisata, karena akan terbatas pada jam malam,” tegasnya lagi.
Hal ini kata dia, juga secara hukum bertentangan dengan Undang -Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kesetaraan Gender, dan pula bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamakan Gender dalam Pembangunan Nasional.
“Keberatan detailnya akan diajukan secara rinci dan khusus kepada parlemen oleh insan pariwisata dalam waktu dekat ini,” sebutnya.
Sejumlah media, memberitakan, pemerintah bersama DPR akhirnya sepakat mengusulkan untuk menunda pengesahan RKUHP karena banyaknya pasal yang kontroversial dan dinilai oleh sejumlah kalangan bisa mengancam demokratisasi di Indonesia.
Tak hanya itu, sejumlah pasal dalam RKUHP dinilai dapat mengganggu kepariwisataan Bali.
Bahkan sebelum diberlakukan telah muncul sejumlah warning atau peringatan dari pemerintah negara asing agar warga negaranya berhati-hati berkunjung ke Bali dengan kemungkinan disahkannya RKUHP.
Misalnya situs peringatan perjalanan yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT).
Sejumlah media massa terkemuka dari Negeri Kangguru dalam pemberitaan mereka menyarankan warga Australia agar menghindar untuk mengunjungi Pulau Dewata sehingga peringatan serupa tak tertutup kemungkin disusul dari negara lainnya. (rhm)