Kabarnusa.com – Nasib pekerja pers di Indonesia masih memprihatinkan meskipun relatif bisa terbebas dari cengkraman penguasa namun belum bisa keluar dari kepentingan pemilik modal.
“Nasib pekerja pers sekarang menyedihkan karena mereka bebas dari tekanan penguasa namun tidak bisa lepas dari tekanan pemilik perusahaan,” kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar Rofiqi Hasan, Rabu (11/2/2015).
Menurutnya, kepentingan pemilik modal kian sulit dilepaskan sehingga pers kerap menjadi alat kepentingan pemilik media.
Padahal, pemilik perusahaan pers cenderung menggunakan pers sebagai alat kepentingan bisnis atau politik.
Mereka juga tidak terlalu peduli pada kesejahteraan pekerja pers. Malahan, kalau bisa mereka terus dieksploitasi untuk menopang kepentingan pemodal baik bisnis juga politik.
Di pihak lain, Rofiqi tak menampik fakta sulitnya mengajak pekerja pers untuk berhimpun dalam organisasi atau bersatu dalam satu wadah guna memperjuangkan kepentingan mereka seperti dari sisi kesejahteraan.
Saat ini, jika dilihat dari perspektif kebebebasan pers dan berekpresi, media makin bebas karena makin banyak media yang tumbuh khususnya media online.
Hanya saja, keberadaan media online, dampaknya masih kalah dengan media mainstream.
“Tetapi ke depan, sudah pasti online media, akan lebih berpengaruh kalau struktur ekonomi dan sosial kita makin tumbuh,” sambung jurnalis Tempo itu.
Menyinggung kesejahteraan pekerja pers, AJI Denpasar telah merilis upah layak minimum di Denpasar sebesar Rp3,4 Juta perbulan.
“Tahun 2012 hasil survei kita, wartawan yang masa kerjanya satu sampai empat tahun gajinya antara Rp1 sampai Rp2,5 Juta,” imbuhnya.