KabarNusa.com –
Praktek pemasungan terhadap mereka yang mengalami keterbelakangan
mental hingga sakit jiwa menjadi potret buram realitas sosial yang masih
terjadi di Pulau Bali. Realitas itu yang ditangkap para fotografer
dunia yang dituangkan dalam karya-karya yang dipamerkan.
Sebanyak
tujuh puluh karya fotografi terpilih dari 13 fotografer yakni Alexandra
Dupeyron (Jerman), Alit Kertaraharja (Indonesia), Brice Richard
(Inggris), Cameron Herweynen (Australia), Christian Werner (Jerman),
Cokorda Bagus Jaya Lesmana (Indonesia), Fanny Tondre (Perancis), Giulio
Paletta (Italia).
Juga ada Ingetje Tandros (Australia), Luciano
Checco (Singapura), Nadia Janis (Australia), Rudi Waisnawa (Indonesia),
dan Tjandra Kirana (Indonesia).
“Karya-karya mereka benar-benar
menyuarakan kepedulian akan orang-orang penderita sakit jiwa yang
hidup dalam pasungan,” kata Kurator Yuda Bantono saat jumpa pers di
Taman Jepun Denpasar, Kamis (14/8/2014).
Kata dia, setiap
fotografer tentu memiliki kepekaan dalam menjadikan orang sakit jiwa
yang terpasung sebagai bagian penting untuk diangkat sebagai sebuah
peristiwa.
Project fotografi yang mengikuti serta didukung penuh
oleh Suryani Institute itu, menjadi momentum besar bahwa dunia
fotografi akan mampu menyuarakan sisi human interest atau kemanusiaan
dalam dunia fotografi.
Para fotografer itu, menyadari bahwa
apa yang akan dihunting sangat berbeda dengan kelaziman pemotretan yang
menyediakan kebebasan wilayah penciptaan.
Karenanya, dapat
dibayangkan bagaimana beban psikologi fotografer, sewaktu mengabadikan
momen dimaksud, pastilah melibatkan kepiluan, kepedihan serta
rasa haru yang mendalam.
Mereka benar-benar telah menceburkan
diri pada situasi dan ruang konflik dalam diri, sehingga pemotretan itu
tidak semata sekedar mengarahkan lensa, mengatur kecepatan dan
diafragma serta menekan shutter.
Mengamati karya-karya photo
ketiga belas photographer dengan citraannya sangat terasa bahwa mereka
telah berhasil menghadirkan daya ungkap yang tajam.
“Kesemua
karya photo memang didasarkan atas basic pembacaan pada ekspresi,
sembolisme bagian tubuh, media pasung, kehadiran keluarga, penanganan
medis, dan kondisi pasien sembuh menjadi materi kuat yang mendefinisikan
kepedihan dan kebahagiaan penderita,” imbuhnya.
Mengambil tajuk
‘Airmata Lensa: Membaca Fenomena Orang-Orang Terpasung’, pameran
fotografi internasional dimaksudkan menggugah kesadaran
masyarakat agar berempati dan simpati kepada mereka yang terpinggirkan
dan tersisihkan dari kehidupan sosial umumnya.
Karya foto dari
ketigabelas fotografer dapat menghantarkan publik meresapi problematik
yang bersangkutan, juga keluarga serta lingkungan di mana sosok-sosok
yang mengalami gangguan mental ini berada.
Pameran berlangsung mulai 19 sampai 24 Agustus 2014, akan diisi
serangkaian acara mulai workshop tenaga medis, workshop tenaga
pendidikan, dan meditasi bersama.
Ketiga acara langsung dipandu
Prof.DR. Luh Suryani dari Suryani Institute. Sedangkan perbincangan
tentang perspektif photography tentang pengalaman photographer akan
dibincangkan melalui Diskusi Photografi bersama photographer yang
terlibat. (gek)