![]() |
Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko. /Dok.KSP |
Jakarta – Peran ulama sangat penting dalam membantu pemerintah dalam
penanggulangan pandemi Covid-19 sehingga mereka diharapkan membangun narasi
positif dan konstruktif.
Dalam kerangka itulah Kantor Staf Presiden (KSP) berinisiatif menyelenggarakan
acara silaturahmi dan dialog dengan ulama terkemuka di Indonesia secara daring
pada Kamis (15/7/2021).
Pertemuan ini digelar untuk menyamakan persepsi dalam mengantisipasi lonjakan
aktivitas dan mobilitas masyarakat menjelang perayaan Idul Adha 1442 Hijriyah
pada Selasa (20/7) mendatang.
“Kita ingin menyampaikan bahwa pemerintah dalam menghadapi situasi pandemi ini
tidak bisa sendirian, partisipasi seluruh elemen masyarakat sangat
diperlukan,” ungkap Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko.
Oleh karena itu pihaknya mengundang para tokoh agama untuk turut
berpartisipasi dalam penanggulangan COVID-19.
Pertemuan ini dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dan sepuluh ulama dari penjuru
Indonesia.
Kesepuluh ulama itu adalah Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan, Prof Dr
Azyumardi Azra, KH Ust. Das’ad Latif, KH. Ahmad Muwafiq, Nyai Badriyah Fayumi,
KH. Cholil Nafis, Ust. Yusuf Mansur, Prof Dr Abdul Mu’ti ,Gus Reza Ahmad Zahid
dan Prof Dr Masyitoh Chusnan.
Dalog bersama para ulama ini bertujuan ntuk menjalin komunikasi yang erat dan
terbuka antara pemerintah sebagai umaro dengan ulama untuk menumbuhkan sikap
saling percaya satu dengan yang lain.
Selain itu, pemerintah juga ingin mendapatkan input dari masyarakat, terkait
penanganan pandemi dan implementasi PPKM Darurat.
“Kita juga ingin mengajak para tokoh agama untuk membangun narasi publik yang
positif dan konstruktif sebagai pembentuk opini publik dalam rangka
meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan kehendak masyarakat dalam menekan
lonjakan kasus Covid-19,” imbuhnya.
Untuk menghindari lonjakan aktivitas dan kerumunan masyarakat di luar rumah,
pemerintah melalui Kementerian Agama telah mengeluarkan Surat Edaran (SE)
Nomor 17/2021 tentang Peniadaan Sementara Peribadatan di Tempat Ibadah, Malam
Takbiran, Shalat Idul Adha, dan Juknis Pelaksanaan Qurban tahun 2021 di
wilayah PPKM Darurat.
Pembatasan ini tidak dilakukan tanpa alasan mengingat data dari Gugus Tugas
Nasional COVID-19 pada Rabu, 14 Juli 2021 menunjukkan adanya penambahan kasus
harian COVID-19 yang mencapai angka 54.517 kasus positif, yang mana ini
merupakan rekor tertinggi selama pandemi.
“Hal ini harus menjadi alarm bahaya bagi kita semua,” tegas Moeldoko. Merespon
hal itu, para ulama yang hadir pada rapat itu menyatakan kesanggupannya untuk
berpartisipasi dalam penanggulangan COVID-19 terutama menjelang perayaan Idul
Adha.
Caranya dengan menyerukan kepada umat tentang pentingnya menjaga protokol
kesehatan dan memperhatikan situasi genting pandemi.
Para tokoh agama juga memberikan masukan kepada pemerintah, terutama terkait
dengan narasi yang dibangun oleh pemerintah yang seharusnya dibuat dalam
bentuk yang lebih sensitif.
“Pemerintah perlu menggandeng masyarakat dan tokoh lokal demi menghindari
istilah seperti pembatasan masjid atau pembatasan ibadah yang menyulut
gelombang penolakan,” ujar Pengasuh Pesantren Mahasina Bekasi, Nyai Badriyah
Fayumi.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Abdul Mu;ti menambahkan perlunya
narasi penyejuk yang memperlihatkan sensitifitas terhadap problem yang
dihadapi masyarakat.
“Aparat jangan sampai di lapangan menjadi kurang sensitif dan himbauannya
bermuatan kekerasan. Ini yang perlu kita antisipasi sedemikian rupa, jangan
sampai ada kesan bahwa pemerintah berhadap-hadapan dengan umat Islam,” ujar
Mu’ti.
Penceramah asal Jogjakarta, KH Ahmad Muwafiq menyatakan perlunya upaya
pemerintah untuk menampung cara-cara yang dilakukan masyarakat lokal dalam
menghadapi pandemi.
Sementara guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Azyumardi Azra
menyarankan perlunya forum dialog yang mengikutsertakan pemuka dari lima agama
lainnya untuk menjamin inklusivitas bagi umat agama lain. Pandangan serupa
disampaikan Ustad Das’ad Latif dan Ustad Yusuf Mansur. (rhm)