Peneliti Bali Ungkap Sampah Organik Rumahan Bisa Dimanfaatkan sebagai Desinfektan

7 Mei 2021, 00:00 WIB
Pembuatan desinfektan alami telah banyak dikembangkan, salah satunya
melalui pembuatan eco-enzym dari fermentasi limbah organik rumah
tangga/Dok. Muliarta.

Denpasar – Hasil publikasi ilmiah karya para peneliti Bali
mengungkapkan sampah organik dapur berupa kulit buah dan sisa sayuran dapat
dijadikan eco-enzyme yang dapat dimanfaatkan sebagai desinfektan.

“Sampah organik rumah tangga khususnya sampah dapur dapat menjadi solusi dalam
penyediaan desinfektan di masa pandemi,” kata salah satu tim peneliti, I
Nengah Muliarta dalam keterangan tertulisnya, Jumat 7 Mei 2021.

Karya Muliarta bersama Made Rai Rahayu dan Yohanes Parlindungan Situmeang
sebagaimana dipublikasikan dalam artikel ilmiah berjudul “Acceleration of
Production Natural Disinfectants from the Combination of Eco-Enzyme Domestic
Organic Waste and Frangipani Flowers (Plumeria alba)” dipublikasikan dalam
jurnal SEAS (Sustainable Environment Agricultural Science), volume 5, nomor 1
terbitan April 2021.

Dalam artikel disebutkan, pembuatan desinfektan alami telah banyak
dikembangkan, salah satunya melalui pembuatan eco-enzym dari fermentasi limbah
organik rumah tangga.

Proses fermentasi eco-enzym ini dihasilkan campuran bioethanol dan asam asetat
yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti sabun cuci alami,
desinfektan, hand sanitizer, pupuk, biopestisida, obat luka dan lain-lain.

Selanjutnya, proses pembuatan eco-enzym secara konvensional memerlukan waktu 3
bulan untuk proses fermentasi. Waktu pembuatan yang cukup panjang membuat
masyarakat enggan memanfaatkan metode pembuatan eco-enzym ini untuk keperluan
rumah tangganya.

Kenyataanya pembuatan eco-enzyme dapat dipercepat dengan penambahan ragi.
Dijelaskan Muliarta, penambahan ragi mampu menghasilkan eco-enzym sesuai
syarat standar untuk keperluan desinfektan dalam waktu 8-10 hari.

“Proses fermentasin yang dilakukan pada akhirnya menghasilkan kadar alkohol
60-70% dan pH eco-enzym telah tercapai di bawah 4,0,” ungkap akademisi
Universitas Warmadewa itu.

Disebutkan, Eco-enzym yang dibuat para peneliti itu menggunakan bahan tongkol
jagung, kulit rambutan, dan kulit labu siam. Ketiga limbah ini dipilih karena
ketersediaannya yang melimpah serta mengandung selulosa yang tinggi.

Selain memerlukan antimikroba, disinfektan yang baik hendaknya memiliki sifat
ramah lingkungan dan memiliki aroma yang tidak begitu menyengat dan
mengganggu, salah satu bahan yang berpotensi untuk dimanfaatkan mengatasi hal
ini adalah ekstrak bunga kamboja cendana (Plumeria alba).

Kandungan senyawa dalam ekstrak bunga kamboja cendana melalui uji fitokimia
dan GC-MS meliputi terpenoid (linalool, geraniol, terpineol), quercetin dari
golongan flavonoid dan citrulline dari golongan alkaloid serta tannin yang
memiliki berbagai aktivitas yang mendukung perannya dalam Bioseptan sebagai
desinfektan alami meliputi antibakteri, antifungi, dan antivirus.

Bioseptan mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan
kategori daya hambat sangat kuat yaitu berkisar antara 31,85-34,41 mm.
(rhm)

Berita Lainnya

Terkini