Pandemi Covid-19 merupakan wabah yang muncul pada Desember 2019, wabah tersebut telah menyebar hampir ke seluruh dunia.
Pandemi Covid-19 berdampak pada berbagai sektor, salah satu sektor yang sangat terpukul oleh pandemi Covid-19 adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Mengutip data Kementerian Koperasi dan UKM, sekitar 99,9 persen unit usaha di Indonesia adalah UMKM, terdiri dari 60.702 usaha menengah, 783.132 usaha kecil, dan 63,5 juta usaha mikro. Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai 60,34 persen. UMKM juga menyerap sekitar 97 persen dari total tenaga kerja.
Mengutip data Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2022, terjadi penurunan yang dialami oleh UMKM. Penurunan ini terlihat dari data aset, omzet, dan jumlah tenaga kerja yang dimiliki UMKM.
Sebelum pandemi Covid-19, aset yang dimiliki UMKM sebesar Rp763.568.394.551 dan setelah pandemi Covid-19 mengalami penurunan sebesar Rp122.233.403.830.
Sebelum pandemi Covid- 19, UMKM mampu memperoleh omzet sebesar Rp. 386.250.639.268 dan setelah adanya pandemi Covid-19 mengalami penurunan sebesar Rp. 217.496.153.052. Perbandingan pekerja UMKM sebelum pandemi Covid-19 sebanyak 89.034 dan setelah pandemi Covid-19 sebanyak 65.576.
Penurunan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga akibat pembatasan sosial untuk mencegah Covid-19.
Pandemi Covid-19 menjadi pukulan telak bagi UMKM, dengan adanya pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan aset, omzet dan tenaga kerja UMKM. Penurunan ini memaksa UMKM untuk lebih jeli dan selektif dalam mengambil keputusan dalam menjalankan usahanya.
Dalam hal ini, UMKM perlu menyusun laporan keuangan dengan menggunakan Standar Akuntansi
Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah (SAK EMKM).
SAK EMKM merupakan standar yang disusun oleh IAI sebagai penunjang organisasi profesi
akuntan, dalam meningkatkan penegakan transparansi dan akuntabilitas pelaporan
keuangan entitas, serta mendorong pertumbuhan sektor UMKM di Indonesia.
Penerapan SAK EMKM dapat membantu UMKM dalam meningkatkan usahanya dan dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan.
Mayoritas belum menerapkan Pada praktiknya, mayoritas UMKM belum menerapkan SAK EMKM pada proses bisnis yang dijalankannya.
Widiastoeti dan Sari (2020) dalam penelitiannya menemukan beberapa UMKM di Kota Surabaya yang terpotret mengalami kendala dalam penerapan SAK EMKM dengan alasan cakupan yang kecil, kompetensi yang rendah dan sumber daya manusia yang terbatas.
Dengan keterbatasan tersebut, proses pencatatan dan pelaporan keuangan pada UMKM masih sederhana yang juga berarti belum sesuai dengan SAK EMKM.
Sesuai dengan SAK EMKM, UMKM wajib melaporkan laporan posisi keuangan ke dalam laporan laba rugi, padahal pada praktiknya UMKM hanya melakukan pencatatan pendapatan dan engeluaran sesuai pemahamannya.
Pola pikir dan pandangan jangka pendek seringkali membuat UMKM menyepelekan pentingnya laporan keuangan yang baik.
Pelaku UMKM cenderung memilih sesuatu yang instan tanpa proses yang panjang, tidak jarang
para pelaku usaha UMKM menganggap penerapan akuntansi sesuai SAK EMKM hanya membuang waktu.
Pola pikir UMKM membuat mayoritas UMKM tidak membuat laporan keuangan sesuai dengan
standar yang ada. Akibatnya, UMKM mengalami berbagai kendala dalam menjalankan proses bisnisnya, terutama di masa pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 berdampak negatif bagi pelaku UMKM karena aktivitas konsumen dalam hal pencarian informasi terkait tempat, barang dan jasa
belum dilakukan.
Permasalahan ini menunjukkan bahwa perubahan yang dilakukan oleh konsumen merupakan
perubahan kebiasaan yang sering dilakukan, seperti mencari dengan cara mendatangi langsung ke tempat atau lokasi dimana barang atau jasa yang dibutuhkan tersedia.
Oleh karena itu banyak UMKM yang mengalami penurunan aset, omzet dan tenaga kerja, hal ini mengakibatkan UMKM kesulitan melunasi pinjaman dan membayar tagihan listrik, gas dan gaji
karyawan.
Sejatinya, laporan keuangan yang sesuai dengan SAK EMKM sangat diperlukan bagi pelaku UMKM. Hal in sangat penting, karena dengan adanya laporan keuangan yang sesuai standar maka proses bisnis akan lebih fokus dan konsisten.
Maka, penerapan SAK EMKM dalam penyusunan laporan keuangan sangat penting sebagai sistem
pengembangan kinerja keuangan dan dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan di tengah pandemi Covid-19. (*)
*Dwi Kurnia Sukma, Mahasiswa (Program Studi Akuntansi, Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana