![]() |
Kunjungan Menhan AS ke Indonesia/foto:suara.com |
DENPASAR – Kedatangan Menhan AS James Mattis ke Indonesia bisa bermaka positif sebagai pembuka dialog untuk lebih memahami keamanan global. Pengamat politik internasional Arya Sandhiyudha menilai kunjungan tersebut sebagai langkah positif.
Direktur Eksekutif MaCDIS ini menjelaskan, AS baru saja me launching strategi baru keamanan nasional mereka, tentu ini akan berdampak pada arah politik luar negeri dan berimplikasi global.
Jadi kunjungan John Mattis positif untuk Indonesia agar ada ruang dialog memahami maksud global tersebut.
Menurutnya, AS tengah menyadari bahwa situasi global telah berubah, agenda perang global melawan terorisme yang dimulai hampir 2 dekade lalu kini diubah dengan fokus ke kompetisi great power.
“AS selama ini sibuk dengan terorisme, sementara kekuatan kawasan seperti, China dan Rusia terus melesat,” ungkapnya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/1/2018).
Pergeseran ini, menurut Arya, akan memerlukan militer yang “lebih mematikan, tangguh, dan cepat berinovasi” Artinya, AS hendak memperoleh kembali hegemoni negara nya atas pesaing-pesaing nya tersebut dan musuh-musuh yang berada satu kasta di bawahnya, seperti Iran dan Korea Utara.
Jadi menurutnya, kunjungan Menhan AS ke Indonesia dibutuhkan AS sebagai tindak lanjut prospek kerjasama militer untuk menyelaraskan dengan Strategi Keamanan Nasional Gedung Putih.
Sementara bagi Indonesia sebagai Salah satu negara besar Indo-Pasifik perlu mencermati bagaimana keselarasannya dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif”.
“Persepsi ancaman dunia ala US era pemerintahan Trump akan berfokus lebih jauh untuk bereaksi terhadap ancaman tersebut, dan jauh lebih mengurangi apa yang menjadi fokus dari para pemimpin US sebelumnya, misalnya Terorisme, Al Qaeda, ISIS, dlsb,” tandasnya.
Arya yang merupakan WNI pertama penerima Doktor Hubungan Internasional dari kampus Turki, mengatakan “AS nampaknya mewaspadai kenyataan dunia yang sedang berubah, bahwa secara geopolitik musuh utama mereka bukanlah yang mereka kerap sebut Terorisme Islam, namun aktor negara seperti China dan Rusia”
Dalam pandangan Arya, kunjungan Menhan AS ini bermakna Indonesia diposisikan AS dalam tiga hal: “1) sebagai negara penting lingkungan strategis kawasan Indo-Pasifik, 2) memperkuat bilateral dalam konteks penghormatan terhadap polugri Indonesia yang bebas aktif, dan 3) memperkuat potensi kelanjutan ragam kerjasama teknologi pengembangan dan pembelian senjata.”
Indonesia sebenarnya dalam posisi sebagai pemimpin tradisional Asia Tenggara dapat melihat kemungkinan sinergi menghadapi rekalibrasi militer China di kawasan Indo-Pasifik, dengan kerjasama militer dan industri pertahanan dengan AS. (gek)