Jakarta – Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas pilkada. Hal tersebut disampaikan Pakar Geografi Politik Universitas Islam 45 (UNISMA), Rasminto saat menjadi pembicara bimbingan teknis Pengawas PTPS yang diselenggarakan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta di Aula Masjid Nurussamaniyah Duri Pulo, Gambir, Jakarta Pusat (16/11).
“PTPS bukan hanya sekadar pengawas teknis, tetapi juga garda terdepan dalam menjaga integritas pemilu. Keberanian, sensitivitas terhadap berbagai potensi kerawanan, serta akurasi dalam mencatat setiap temuan pelanggaran adalah kunci keberhasilan pengawasan”, katanya dalam wawancara kepada wartawan.
Rasminto menekankan pentingnya pemetaan wilayah rawan pelanggaran pemilu.
“Kondisi geografis, demografis, dan sosial di Jakarta harus menjadi perhatian utama. Setiap wilayah memiliki karakteristik dan tantangan unik yang membutuhkan pendekatan pengawasan yang tepat”, pungkasnya.
Rasminto juga menjelaskan bahwa kerawanan pelanggaran pemilu dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti politik uang, manipulasi suara, hingga intimidasi kepada pemilih.
“Misalnya, jika ada indikasi pembagian uang tunai kepada pemilih di area sekitar TPS, manipulasi suara ataupun intimidasi kepada pemilih dan PTPS sendiri, PTPS harus segera melaporkan ke PKD atau Panwascam setempat dengan bukti foto, video, atau saksi. Kecepatan dan ketepatan tanggapan adalah hal yang sangat krusial,” tegasnya.
Ia pun memberikan strategi praktis jika menemukan kejadian khusus maupun pelanggaran yang terjadi saat pengawasan wajib dicatat secara rinci oleh PTPS dalam Form A Laporan Hasil Pengawasan (LHP).
“Setiap temuan dan kejadian khusus, baik indikasi politik uang, manipulasi suara, maupun intimidasi pemilih, harus didokumentasikan dengan jelas dalam Form A. Ini penting untuk memastikan laporan dapat diproses lebih lanjut oleh Pengawas Kelurahan/Desa (PKD) atau Panwascam sesuai mekanisme yang berlaku,” tegasnya.
Rasminto menekankan pentingnya kelengkapan data dalam Form A, seperti waktu, lokasi, jenis pelanggaran, dan bukti pendukung seperti foto atau video.
“Form A ini bukan hanya dokumen administratif, tetapi juga menjadi dasar hukum yang kuat untuk menindaklanjuti setiap dugaan pelanggaran. Oleh karena itu, PTPS harus mengisinya dengan teliti dan segera menyampaikan laporan tersebut kepada PKD”, tambahnya.
Selain aspek teknis, Rasminto juga menyoroti pentingnya integritas dan keberanian PTPS. Di tengah potensi tekanan dari berbagai pihak, PTPS dituntut untuk tetap netral dan memprioritaskan kepentingan demokrasi.
“Bimtek bukan hanya soal teknis, tetapi juga membangun moralitas dan daya tahan mental. Keberhasilan demokrasi tidak lepas dari keberanian PTPS untuk melaporkan kebenaran”, jelasnya.
Melalui pembekalan yang komprehensif dan holistik serta adanya dukungan masyarakat, Rasminto optimistis Pilkada Jakarta dapat berlangsung dengan baik dan menghasilkan pemimpin yang berkualitas.
“Sinergi antara Bawaslu, Panwascam, PKD, PTPS, dan masyarakat adalah kunci utama. Demokrasi yang sehat dimulai dari pengawasan yang kuat di tingkat TPS,” tutupnya.***