Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko saat menghadiri rapat koordinasi secara virtual mengenai Pengaturan Importasi Garam bersama dengan jajaran kementerian terkait/Dok. KSP. |
Jakarta – Pemerintah diminta memastikan adanya pembinaan petani garam
di daerah-daerah untuk memaksimalkan produksi garam rakyat secara optimal
sehingga mampu menekan kebutuhan impor komoditi garam.
Kepala Staf Presiden Dr. Moeldoko menyampaikan itu saat menghadiri rapat
koordinasi secara virtual mengenai Pengaturan Importasi Garam bersama dengan
jajaran kementerian terkait di Situation Room, Gedung Bina Graha di Jakarta,
Rabu (7/7/2021).
“Saya mohon ada pembinaan kepada para petani garam agar dimasukkan dalam
perpres [neraca komoditas], karena produksi petani garam kita ini memang
kurang bagus,” harap Moeldoko.
Dia mencontohkan beberapa situasi dimana para petani garam lokal mengabaikan
kualitas garam dengan memanen produk garam mereka lebih cepat dari waktu panen
yang dianjurkan.
Alasan para petani untuk memanen lebih cepat tidak lain adalah masalah
kebutuhan ekonomi. Padahal memanen garam lebih cepat dari waktunya akan
membuat garam berkualitas buruk.
Kementerian Kelautan dan Perikanan diminta meninjau kembali kebijakan mengenai
pembinaan para petani garam lokal. Kepala Staf juga menekankan pentingnya
pembangunan washing plant (fasilitas pencucian garam) untuk industri-industri
pengimpor garam.
Washing plant adalah serangkaian mesin yang digunakan untuk mencuci dan
memurnikan garam. Teknologi ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas garam
rakyat guna memenuhi kebutuhan industri.
Dengan demikian, mampu menyerap produksi garam rakyat dan meningkatkan harga
jual garam, serta membangun akses pasar garam berbasis ekonomi rakyat.
“Pengendalian impor garam akan sangat membantu dan memberikan kepastian kepada
petani garam kita. Oleh karenanya penting untuk dibahas dan dikalkulasi dengan
baik,” sambungnya.
Pada rapat terbatas sebelumnya, Presiden Joko Widodo bersama jajaran menteri
terkait melaksanakan rapat terbatas (ratas) pada Oktober 2020 membahas
mengenai impor garam bagi industri makanan dan industri lain yang membutuhkan
garam dengan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Mengingat persentase realisasi penyerapan garam rakyat oleh industri pengelola
masih sebesar 45,01%, maka pemerintah pun mengusulkan agar importasi garam
(khususnya jenis aneka pangan) supaya tidak dilakukan saat panen raya.
Impor garam hanya boleh dilakukan untuk industri pengguna langsung (end user)
seperti industri kaca yang memerlukan bahan baku garam. Apabila industri
tersebut membocorkan garam impor ke pasar domestik dan membuat harga garam
rakyat turun, maka pemerintah akan langsung mencabut izinnya.
Guna mendukung produksi garam rakyat, pemerintah pun menargetkan adanya
serapan garam rakyat dalam industri sebesar 1,5 juta ton per tahun 2021.
Menurut data Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kebutuhan garam
nasional mencapai 4,6 juta ton per tahunnya.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan bahwa kebutuhan
garam untuk memenuhi pasar domestik garam konsumsi sedikitnya diperlukan
sebanyak 812.132 ton.
Sedangkan kebutuhan garam industri diperlukan sebanyak kurang lebih 3.6 juta
ton.
Jumlah produksi garam rakyat secara nasional hanya mencapai 1,5 juta ton. Oleh
karenanya, saat ini produksi garam rakyat lebih banyak digunakan untuk
kebutuhan konsumsi rumah tangga saja.
Mengingat kebutuhan garam belum dipenuhi produksi dalam negeri itulah, maka
Pemerintah membuka keran impor garam dari dua negara produsen garam dunia saat
ini yakni Australia dan India.
Ke depannya pemerintah terus mendiskusikan mengenai Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) tentang Komoditas Pergaraman dan Gula yang masih memerlukan
pertimbangan khusus mengingat bahwa secara umum substansi dari rancangan
peraturan tersebut telah tertera di dalam pengaturan turunan UU Cipta Kerja
No. 11/ tahun 2020. (rhm)