Jakarta – Rencana Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Daerah Khusus Jakarta menghapus Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus bagi siswa yang bersekolah di lembaga pendidikan swasta secara gratis. Menuai kritik Peneliti Senior Human Studies Institute (HSI), Syurya M. Nur.
“Kebijakan ini dianggap sebagai langkah yang keliru dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang diatur dalam UUD 1945”, kata Syurya dari keterangan tertulisnya (20/8).
Baginya rencana penghapusan ini tidak hanya mengancam hak atas pendidikan yang dijamin oleh konstitusi, tetapi juga berpotensi menghilangkan kesempatan bagi siswa dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Penghapusan KJP Plus di sekolah swasta dapat dilihat sebagai tindakan diskriminatif yang menghambat akses terhadap pendidikan, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga miskin”, tandasnya.
Selama ini, menurutnya KJP Plus telah menjadi andalan banyak keluarga di Jakarta untuk memastikan anak-anak mereka bisa mendapatkan pendidikan yang layak.
“Termasuk di sekolah-sekolah swasta yang mungkin menawarkan program atau fasilitas yang tidak tersedia atau tidak diterima PPDB di sekolah negeri, Kebijakan ini pada dasarnya merampas hak anak-anak tersebut untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan dasarnya”, jelasnya.
Lebih jauh lagi, Ia berpendapat penghapusan KJP Plus ini juga berdampak pada peluang siswa dari keluarga miskin untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Dengan terbatasnya pilihan pendidikan yang bisa diakses, siswa dari kalangan ekonomi lemah mungkin terpaksa berhenti sekolah setelah menyelesaikan jenjang dasar, atau tidak mampu bersaing untuk mendapatkan tempat di sekolah negeri yang terbatas kapasitasnya”, tegasnya.
Menurutnya, rencana kebijakan Disdik ini akan memperlebar kesenjangan di masyarakat Jakarta.
“Kebijakan ini sangat berpotensi memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi, karena pendidikan adalah salah satu alat utama untuk meningkatkan mobilitas sosial dan mengentaskan kemiskinan”, jelasnya.
Akademisi Universitas Esa Unggul Jakarta ini berpandangan dari perspektif hak asasi manusia, kebijakan ini dapat dilihat sebagai pelanggaran serius.
“Hak atas pendidikan yang setara dan tanpa diskriminasi adalah hak fundamental yang harus dijamin oleh negara. Penghapusan KJP Plus bagi siswa di sekolah swasta secara tidak langsung mengesampingkan kebutuhan dan hak-hak siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu”, bebernya.
Lanjutnya, rencana kebijakan ini bukan hanya bertentangan dengan semangat keadilan sosial saja.
“Tetapi juga bisa menimbulkan rasa ketidakpercayaan terhadap pemerintah Provinsi Jakarta dengan APBD Jakarta mencapai Rp. 84 triliun yang seharusnya mampu memfasilitasi dan melindungi hak-hak warga kota, terutama yang paling rentan”, pungkasnya.***