Penghapusan Presidential Threshold Diyakini Meningkatkan Indeks Demokrasi Indonesia

Mahasiswa optimisme dengan dikabulkannya gugatan tersebut, indeks demokrasi di Indonesia akan mengalami peningkatkan

4 Januari 2025, 07:45 WIB

Yogyakarta – Dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus Presidential Threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen diyakini bakal meningkatkan Indeks Demokrasi di Indonesia.

Diketahui, pemohon penghapusan pasal Presidential Threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen adalah empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga (SUKA) Yogyakarta yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna Keempatnya merupakan mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN.

Optimisme Enika dan tim disampaikan, dengan dikabulkannya gugatan oleh MK, indeks demokrasi di Indonesia akan mengalami peningkatkan.

“Optimis Indeks Demokrasi meningkat setelah pembatalan Presidential Threshold,” ujar Enika dalam keterangannya Jumat 3 Januari 2025.

Dicontohkan, negara Amerika Serikat (AS) dan Chili yang dinilai indeks demokrasi selalu baik.

Lanjut dia, contoh yang selalu jadi rujukan (paling baik) yakni AS yang skor indeks demokrasinya itu 7,65 diatas Indonesia yang hanya 6,71 (ini berdasarkan indeks demokrasi pada 2022).

Kemudian di Chili indeks demokrasi 8,22 sedangkan Indonesia 6,71. Lalu Kosta Rika itu 8,07.

“Dari sini dapat kita lihat ada kemungkinan change lebih besar bahwa indeks demokrasi Indonesia itu akan meningkat akan membaik setelah putusan ini, kami harapkan demikian,” harapnya.

Dirinya dan tiga temannya sebagai pemohon hadir bukan untuk memperjuangkan partai kecil agar ikut kontestasi, melainkan untuk memperjuangkan hak sebagai pemilih.

Sekali lagi ditegaskan bahwa permohonan kami tidak mendapat intervensi dari organisasi, intitusi, maupun parpol manapun.

“Apa yang kami lakukan sekarang merupakan murni perjuangan akademik dan advokasi kontitusional,” tandas Enika.

Pada bagian Enika mengatakan, pilihan calon presiden dan calon wakil presiden yang berkontestasi dalam pemilu terlalu sedikit dan tidak mengkoordinir preferensi pemohon sebagai pemilih.

“Kami juga berharap ada paslon perempuan yang membawa isu-isu domestik ke ranah nasional. Karena dengan adanya threshold 20 persen, harapan itu sulit terwujud. Peserta pemilu akan itu – itu saja tokohnya,” tutupnya. ***

Berita Lainnya

Terkini