KabarNusa.com – Penghapusan bensin jenis premium RON 88 dengan mengalihkan subsidinya untuk RON 92 atau pertamax yang akan dijalankan Pertamina tidak menjamin hilangnya praktek mafia migas.
Rencana Pemerintah melalui rekomendasi tim reformasi tata kelola migas untuk menghapus bensin jenis premium untuk mengilangkan mafia migas dalam jangka pendek dinilai bagus.
Diketahui Tim Tata Kelola Migas pimpinan Faisal Basri merekomendasikan soal penghapusan bahan bakar RON 88 atau premium, mengalihkan subsidinya untuk RON 92 atau pertamax.
“Untuk jangka pendek menghilangkan premium RON 88 diganti pertamax untuk menghapus adanya mafia Migas adalah suatu hal yang bagus,” kata Pengamat Ekonomi dari Universita Sebelas Maret (UNS) Malik Chahyadin di Solo, Jawa Tengah, Selasa (30/12/2014).
Hanya saja, jika dalam waktu jangka panjang dengan BI Rate 7,75 inflasi tinggi lalu pertumbuhan ekonomi didominasi konsumsi hal itu, nantinya akan banyak yang akan dikorbankan.
Yang paling logis dilakukan adalah bagaima mempertahankan Ron 88 itu meskipun hanya beda tipis dengan pertamax namun yang utama adalah pengendalian terhadap agensi-agensi impornya.
“Mereka dianggap sebagai mafia migas dan yang kedua mereka juga menggunakan dolar yang sangat besar,” ungkapnya di Solo Jawa Tengah, Selasa (30/12/2014).
Apalagi BBM Indonesia itu masih import, dan RONnya 88. Sehingga perlu antisipasi, supaya penghapusan RON 88 semoga tidak hanya menghilangkan sekedar adannya mafia Migas saja.
Akan tetapi juga melaui pertimbangan lainnya seperti kondisi di sektor mikro ekonomi Indonesia.
Kondisi masyarakat menjadi pertimbangan utama. Karena beban masyarakat akibat BBM naik, karena inflasi juga beban dari pembayar hutang bank karena BI ratenya naik.
Rekomendasi Tim Tata Kelola Migas bisa dijalankan namun perlu suatu pra-kondisi bahwa bagaimana pola importasi migas itu memang bisa menghilangkan mafia migas.
“Kebijakan penghapusan premium tidak secara otomatis menghapuskan mafia migas,” tegas dia.
Pasalnya, hal itu terjadi di semua lini, sebab di semua transaksi Internasional yang menggunakan dolar pasti ada agensi yang terlibat.
“Hal itu dalam transaksi internasional adalah suatu hal yang wajar,” terangnya. (tyo)