Jakarta – Gerakan penolakan rencana gelaran World Tobacco Asia (WTA) di Surabaya Indonesia terus disuarakan berbagai kalangan masyarakat yang menilai kegiatan tersebut merugikan upaya pengendalian tembakau dan kesehatan masyarakat.
Dari sikap penolakan WTA berbagai kelompok masyarakat dari berbagai daerah itu pada intinya menolak kegiatan Iklan, promosi, sponsorship di Indonesia.
“Menyatakan sikap tegas dalam penolakan pelaksanaan World Tobacco Asia WTA di Indonesia dan pameran serupa lainnya, yang dianggap merugikan upaya pengendalian tembakau dan kesehatan
masyarakat,” demikian dikutip pernyataan saat digelarnya konferensi pers di Gedung Dakwah Pimpinan Pusat Muhammadiyah secara daring Jumat 2 Agustus 2024 .
Beberapa peserta hadir yang bergabung dalam Jaringan Pengendalian Tembakau Indonesia: Publik Figur, Lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang pengendalian tembakau, perlindungan anak, penegakan HAM, Kesehatan lingkungan, Kebijakan publik, organisasi kepemudaan dan organisasi pelajar, tokoh keagamaan dan unsur masyarakat Pro Pengendalian Tembakau.
Mereka menegaskan dukungan terhadap PP 28 Tahun 2024 sebagai upaya penguatan perlindungan anak dan pengendalian konsumsi produk tembakau
Sebagaimana rilis juga disampaikan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) disebutka, tanggal 8 Agustus 2023, Presiden Joko Widodo menandatangani Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Salah satu ketentuan dalam undang-undang ini adalah penyusunan Peraturan Pemerintah (PP)
Kesehatan sebagai aturan turunan, yang harus diselesaikan paling lambat satu tahun setelah undang-undang tersebut ditandatangani.
“Setelah hampir satu tahun, pemerintah telah mengesahkan PP Kesehatan No. 28 Tahun 2024 yang mencakup poin penting terkait pengendalian produk tembakau,” kata Sekretaris Umum LPAI Titik Suhariyati.
Pengendalian produk tembakau adalah langkah krusial dalam meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. Selama ini, produk tembakau telah menjadi penyebab utama berbagai penyakit kronis seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan.
Selain itu, sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), rokok merupakan pengeluaran terbesar kedua bagi masyarakat miskin setelah beras.
“Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga menghambat ekonomi rumah tangga miskin,” ungkap Titik Suhariyati.
Pengeluaran yang besar untuk rokok berpotensi mengurangi alokasi dana untuk kebutuhan dasar lainnya seperti pendidikan dan nutrisi, yang pada akhirnya bisa menghambat prioritas pemerintah dalam upaya penurunan stunting dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Oleh karena itu, pengesahan PP Kesehatan No. 28 Tahun 2024 yang memuat regulasi lebih kuat terkait pengendalian produk tembakau merupakan langkah maju yang patut diapresiasi.
Perjalanan menuju pengesahan PP ini tidaklah mudah. Dalam periode hampir satu tahun sejak diberlakukannya UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, terdapat berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh pemerintah dan pemangku kepentingan terkait.
Salah satu isu yang mencuat adalah penolakan dari pihak industri tembakau. Meskipun menghadapi tekanan kuat dari industri tembakau, pemerintah tetap berkomitmen untuk melindungi kesehatan masyarakat.
Pengesahan PP Kesehatan No. 28 Tahun 2024 ini menunjukkan ketegasan dann konsistensi pemerintah dalam menegakkan regulasi yang berpihak pada kesehatan publik.
Upaya positif lain dari pemerintah yang patut diapresiasi pada PP Kesehatan No. 28 Tahun 2024 adalah pengaturan produk rokok elektronik sejalan dengan pengaturan produk tembakau lainnya.
Namun, di satu sisi, industri tetap gencar melakukan kegiatan yang bertujuan mempromosikan produk tembakau dan rokok elektronik, seperti kegiatan internasional World Tobacco Asia (WTA).
WTA merupakan konferensi dan pameran industri tembakau internasional yang direncanakan akan diselenggarakan di Indonesia, tepatnya di Surabaya pada 9-10 Oktober mendatang, bersamaan dengan penyelenggaraan World Vape Show.
“Kegiatan ini tentunya bertentangan dengan PP yang baru saja disahkan dan juga regulasi yang telah ada di Kota Surabaya terkait Kawasan Tanpa Rokok,” tegas dia.
Hal ini dapat mencoreng nama baik Kota Surabaya sebagai Kota Layak Anak. Terlebih dengan adanya PP No. 28 Tahun 2024, salah satu tujuan pengendalian rokok adalah untuk menurunkan prevalensi perokok dan mencegah perokok dini.
Kehadiran acara ini bertentangan dengan upaya keras pemerintah, berbagai lembaga kesehatan, dan organisasi masyarakat sipil yang terus berjuan untuk mengurangi dampak negatif tembakau di Indonesia.
Lebih lanjut, acara ini memberikan ruang bagi promosi produk tembakau yang dapat menghambat
langkah-langkah pengendalian tembakau yang telah diterapkan.
Konferensi pers ini diadakan tidak semata hanya untuk mengapresiasi langkah maju pemerintah dalam mengesahkan PP No. 28 Tahun 2024. Harapannya, dukungan dan dorongan yang diberikan dapat memperkuat implementasi kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia.
Mengingat tantangan implementasi yang masih kompleks, penting untuk terus menguatkan strategi dan peran bersama dalam menyukseskan regulasi ini sebagai upaya pengendalian tembakau yang berkelanjutan.
Pada sesi diskusi muncul berbagai pandangan yang mendukung penolakan gelaran pertemuan World Tobacco Asia di Surabaya.
Kata Titik Suhariyati, para peserta mengapresiasi Pengesahan PP Kesehatan No. 28 Tahun 2024 dan memberikan apresiasi PP Kesehatan No. 28 Tahun 2024 dari perspektif para
lembaga atas pengesahan PP ini.
Selain itu, mendukung Pemerintah untuk langkah selanjutnya terkait implementasi PP Kesehatan No 28 Tahun 2024. Menegaskan poin-poin penting dari berbagai perspektif para penanggap berkaitan dengan PP Kesehatan No. 28 Tahun 2024 kepada publik dan para pemangku kepentingan.
Selanjutnya, memperkuat Dukungan terkait Penolakan Kegiatan Iklan, Promosi, Sponsorship di Indonesia: Menyatakan sikap tegas dalam penolakan pelaksanaan World Tobacco Asia di Indonesia dan pameran serupa lainnya, yang dianggap merugikan upaya pengendalian tembakau dan kesehatann masyarakat.
Dipandu moderator: Ahmad Fanani dari IISD), Ketua Umum LPAI Prof. Dr. Seto Mulyadi, M.Si., Psikolog menyatakan LPAI menekankan aspek perlindungan anak pelarangan penjualan
rokok batangan.
“Perlunya peningkatan batas usia bisa membeli rokok dari 18 tahun menjadi 21 tahun,” imbuh Kak Seto.
Sementara Ifdhal Kasim dari Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) 2007-2012 berbicara Aspek Hak Asasi Manusia.
Kata dia, hak masyarakat untuk informasi bahaya rokok (PHW, edukasi). Kemudian hak mendapatkan udara bersih. Untuk itu, perlu juga memberi bantuan untuk berhenti merokok.
Sementara dr. Sudibyo Markus Adviser Indonesia Institute for Social
Development, menyoroti aspek Kebijakan Publik.
Saat ini, kedaruratan ancaman ganda, narkoba dan rokok di Indonesia.
Bagaimana juga masifnya Industri Tembakau dan dampak bisnis adiktif nikotin di Indonesia
Ditambakan Dr. Mukhaer Pakkanna, Senior Advisor CHED ITB Ahmad Dahlan Jakarta yang melihat aspek Ekonomi
Bagaimana dampak ekonomi diberlakukannya PP terkait pengurangan beban kesehatan.
Sementarac dr. Lily S Sulistyowati, M.Kes Advisory Board Asosiasi Dinas
Kesehatan Indonesia (ADINKES) Aspek Sub-national juga menegaskan perlunya penguatan Kawasa Tanpa Rokok KTR.
Perlunya secara tegas larangan iklan luar ruang dan di sekitar kawasan pendidikan.
Selanjutnya, bagaimana menjawab tantangan Implementasi PP Kesehatan No. 28 Tahun 2024 yang memuat regulasi lebih kuat terkait pengendalian produk tembakau.
Kemudian, Dr. Emma Rachmawati Wakil Ketua IV Majelis Pembinaan Kesehatan Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, melihat aspek Edukasi, Kesehatan Masyarakat dan Religious
“Bagaimana PP ini bisa mendorong 3 aspek edukasi, kesehatan masyarakat dan religius,” imbuhnya.
Diketahui, terkait even internasional tersebut menjadi perhatian dari pemangku kebijakan terdiri perwakilan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan, Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Keuangan, Komnas HAM, serta Jaringan Pengendalian Tembakau Indonesia: Publik Figur, Lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang pengendalian tembakau, perlindungan anak, penegakan HAM, Kesehatan lingkungan, Kebijakan publik, organisasi kepemudaan dan organisasi pelajar, tokoh keagamaan dan unsur masyarakat Pro Pengendalian Tembakau. ***