Perang Ala Warga Manggarai Digelar di Bali

5 Januari 2015, 06:41 WIB
Tarian Perang Manggarai @2015

DENPASAR – Tarian perang atau pentas caci asal Manggarai, Nusa Tenggara Timur digelar di Denpasar Bali pada awal tahun baru.ini sebagai upaya mengenalkan tradisi kepada masyarakat dan ajang silaturahmi di antara mereka.

Pentas Caci digelar di lapangan Korem, Denpasar, disaksikan hampir 1000 warga Manggarai yang merantau di Pulau
Dewata juga puluhan wisatawan asing lainnya, Minggu 4 Desember 2015. Tarian perang itu mampu menyedot perhatian tidak hanya warga keturunan NTT di Bali, namun juga masyarakat lainnya di Bali.

Dominikus Ngabut selaku penanggungjawab kegiatan mengungkapkan, tarian ini melibatkan 100 orang pemain caci. “Pentas ini mempertemukan dua kelompok pemuda. Mereka membentuk kelompok masing-masing siap untuk berperang satu lawan satu,” ujar dia.

Mereka secara bergiliran berperang bak kesatria satu lawan satu dengan telanjang dada. Sembari mengenakan ikat kepala dan sarung songke saat peperangan berlangsung peserta lainnya memberi semangat berperang. Sementara dari masing-masing kelompok sembari menari dan menyanyikan lagu-lagu daerah khas Manggarai.

Ketika pertempuran terjadi di gelanggang yang disediakan, peserta membekali diri dengan senjata berupa tameng (nggiling) dan tangan lain menggenggam pecut (koret). Selain itu, mereka juga membekali diri dengan senjata yang disebut larik terbuat dari anyaman kulit kerbau yang kering.

Dengan senandung mereka saling menantang, sampai akhirnya terjadi peperangan antar masing-masing kelompok pemuda. Satu kelompok dengan kelompok lainnya, sama-sama memperagakan tarian. Tangan, kepala, dan kakinya bergerak seirama lagu yang dinyanyikan.

Aturan berperangnya, pemuda yang mendapat giliran menyerang menggunakan senjata larik menyerang ke arah tubuh bagian perut ke atas atau sampai wajah.

Sedangkan pemuda yang mendapat serangan berusaha bertahan menggunakan tameng dan senjata pecut melindungi serangan lawan. Demikian juga sebaliknya, ketika giliran pemuda yang bertahan tadi, balik menyerang dengan senjata larik sementara pemuda lawannya gantian bertahan dengan tameng dan pecut.

Berbekal kemampuan yang dimiliki masing-masing pemuda memang permainan ini berisiko luka bagi yang tidak lincah untuk menghindari pecutan. Menariknya, meski tarian ini tampak keras hingga lawan terluka berdarah-darah, namun tidak ada dendam di antara mereka.

Dominikus menambahkan pentas caci rutin digelar di Bali setiap awal tahun sejak beberapa tahun terakhir. “Ini
bentik tanggung jawab moral kami warga Manggarai di Bali untuk turut
melestarikan warisan budaya leluhur dan ajang silaturahmi,” sambungnya.

Seorang wisatawan asal Australia Michael mengaku terhibur dengan pentas caci yang baru pertam kali dilihatnya itu. “Menarik sekali. Kami puas menyaksikannya,” tukasnya. (kto)

Berita Lainnya

Terkini