ilustrasi |
DENPASAR – Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menentukan harga beras di pasaran berdasarkan fakta di lapangan sementara data dilansir institusi lainnya mengacu “de yure” atau hukum sehingga hal ini menimbulkan terjadinya perbedaan harga beras.
“Adanya perbedaan acuan antara BPS dengan dinas terkait dengan lembaga lain (swasta) lebih disebabkan pada cara penghitungan data yang dipakai,” jelas Kepala BPS Bali Adi Nugroho belum lama ini.
Pihaknya memakai acuan fakta (de facto) di lapangan, sementara yang lain berdasarkan de yure sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan.
Sebut saja data penduduk, BPS menghitung sesuai jumlah penduduk Bali yang tinggal di Bali. Sedangkan instansi terkait berdasarkan administrasi yang ada kendati warga tersebut tinggal di luar Bali bahkan di luar negeri.
Hal sama dalam penghitungan hasil produksi pangan khususnya beras. Sehingga sering pula terjadi perbedaan hasil di lapangan. Ketika harga beras naik, pemerintah memutuskan impor.
Kata Adi, awalnya ada asumsi impor beras akan menurunkan harga beras di pasaran, namun nyatanya tidak. Meski beras sudah didrop di sentra-sentra pasar, harga tidak beranjak turun.
Disinggung rencana penunjukkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai sumber data beras nasional dalam mengatasi carut marutnya data beras, Adi menyambut baik dan akan terus menyempurnakan kemampuan dalam mendapatkan data.
Khusus data beras ditegaskan, Presiden menuntut kepada BPS menyediakan data yang bisa dijadikan rujukan/pegangan berbagai pihak paling lambat dimulai Agustus 2018.
“Salah satu upaya yang kami lakukan mulai bulan ini yaitu melakukan Kerangka Sample Area (KSA) menggantikan metode luasan panen dengan metode baru yang menggunakan pengamatan citra satelit,” imbuhnya.
Dalam paparan Berita Resmi Statistik terungkap Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali di bulan Februari 2018 naik 0,39 persen dari 103,48 pada bulan Januari 2018 menjadi 103.88.
Dari sisi indeks yang diterima petani tercatat kenaikan sebesar 0,87 persen, dari 131,14 menjadi 132,28. Sementara itu dari sisi indeks yang dibayar petani tercatat kenaikan 0,48 persen, dari 126,73 menjadi 127,34. (rhm)