![]() |
Kita menyadari Indonesia dalam kondisi darurat rokok anak. Jadi ada peningkatan padahal tahun 2020 kita targetkan ada penurunan./kabarnusa |
Jakarta – Prevalensi perokok anak yang tadinya diprediksi akan turun
di tahun 2018, prevalensi perokok anak usia 10 hingga 18 tahun terus meningkat
dari tahun ke tahun. Pada 2013 terdapat 7,2 persen anak dan meningkat pada
2018 menjadi 9,1 persen.
Terkait hal itu, Lentera Anak dan dengan oraganisasi pelindungan anak lainnya
mengadakan press conference “Menagih Janji Penyelesaian Revisi PP 109/2012”.
Ikut serta dalam kegiatan itu, Kak Seto Mulyadi Sebagai LBAI, Arist Merdeka Sirait Komnas
Pelindungan Anak dan berbagai pejuang pelindungan anak.
“Kita menyadari Indonesia dalam kondisi darurat rokok anak. Jadi ada
peningkatan padahal tahun 2020 kita targetkan ada penurunan,” ucap Kak Seto
dalam konfrensi pers virtual yang bertemakan Indonesia Darurat Perokok Anak,
Kamis, (05/11/2020).
Kak Seto menyampaikan, naiknya angka perokok anak juga disebabkan masih
banyaknya iklan, promosi, dan sponsor rokok yang menargetkan anak-anak sebagai
konsumennya.
Kak Seto juga mengatakan, sebanyak 73 persen anak merokok diawali dengan
melihat iklan, promosi dan sponsor rokok di sekitar lingkungannya.
Sementara, Arist menegaskan, pemerintah telah gagal melindungi anak dari adiksi rokok,
karena terbukti implementasi PP 109/2012 telah gagal mengendalikan jumlah
perokok, khususnya perokok anak.
“Sehingga kunci utama menebus kegagalan adalah dengan melakukan revisi
menyeluruh terhadap PP 109/2012 tersebut,” kata Arist.
Namun Arist, mengaku skeptis penyelesaian revisi PP bisa terjadi. Menteri Kesehatan yang seharusnya menjadi garda terdepan perlindungan
kesehatan masyarakat, justru ia nilai menjadi penghambat penyelesaian PP
tersebut.
“Dalam isu Covid-19 kita melihat ada keterhambatan, apalagi dalam isu
pengendalian tembakau diperkirakan Menkes semakin tidak hadir. Posisinya yang
berseberangan dengan IDI menambah kekhawatiran bahwa produk regulasi yang
dihasilkan Menkes akan mengalami krisis legitimasi,” kata Arist. (lif)