Jakarta – Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) jadi polemik publik karena terdapat banyak substansi pasal yang kontroversi, termasuk tentang perpanjangan Usia Pensiun yang berpotensi menumpuk jabatan Pati-Pamen.
Direktur Eksekutif Human Studies Institute, Rasminto menyorotinya dengan adanya penambahan usia pensiun.
“Sebagaimana pada Pasal 30 ayat 2 batas usia pensiun Anggota Polri jadi 58 tahun bagi bintara dan tamtama, 60 tahun bagi perwira; dan 65 tahun bagi pejabat fungsional, berdampak pada penumpukan jabatan Pati-Pamen”, tuturnya.
Substansi RUU Polri Terindikasi Tumpang Tindih Kewenangan Lembaga Lain
Ia berpendapat ada potensi masalah terhadap regenerasi dalam tubuh Polri.
“Memperpanjang masa dinas perwira tinggi dan anggota senior, promosi dan pengembangan karir bagi perwira muda bisa terhambat, menciptakan stagnasi di dalam organisasi”, jelasnya.
Menurutnya, hal ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan demografis dan menurunkan semangat serta motivasi para anggota yang lebih muda.
“Pengaruh jangka pendeknya masalah stagnasi peluang karir perwira muda yang semakin menyempit”, tuturnya.
Moeldoko Dorong Gugus Tugas RUU TPKS Lahirkan Produk Hukum Paripurna
Fakta yang mendasar saja adanya data susunan personel (DSP) terjadi ketimpangan pada Pati-Pamen.
“Berdasarkan katalog data.go.id jumlah personil Polri TW II 2023 ada masalah ketimpangan DSP Perwira, misal DSP Pati di mabes 182 personel, riilnya ada 370 personel, jadi melebihi 200% dari kondisi DSP ideal, belum lagi DSP Pati di Polda ada 68 personil, riilnya 69 personel, ini kan jelas timpang”, tegasnya.
Namun, Ia melanjutkan untuk DSP di tingkat Pamen justru sebaliknya.
“Jumlah DSP Pamen di Mabes sebanyak 4,996 personel, riilnya 3,298 personel sedangkan di Polda ada 21,900 personil, namun riilnya 9,780 personil. Kan masih kurang jumlahnya ini untuk Pamen”, terangnya.
Jangan Lupakan Pembangunan Sishankamrata?
Selain itu, baginya perpanjangan usia pensiun bisa memengaruhi dinamika kepemimpinan di Polri.
“Sebab, gaya kepemimpinan dan pendekatan manajerial yang lebih tradisional dari anggota senior mungkin tidak selalu selaras dengan tuntutan zaman dan perubahan lingkungan kerja yang dinamis”, jelasnya.
Ia pun berharap pemerintah dan DPR dapat pikirkan implikasi beban anggaran negara yang meningkat.
“Seiring dengan biaya perawatan kesehatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi untuk penambahan usia pensiun, perlu kecermatan dalam mengevaluasi kebijakan ini, agar tetap selaras dengan tujuan dalam menjaga efisiensi dan efektivitas Polri dalam fungsi Kamtibmas dan Gakkumnya”, harapnya.***