Yogyakarta – Kasus dugaan perundungan yang menimpa seorang siswa di sekolah swasta Yogyakarta pada 14 Oktober 2024, berujung pada laporan ke KPAI Kota Yogyakarta oleh ibu korban, K, pada 4 Maret 2025.
Didampingi LKBH Pandawa, korban mempertanyakan lambatnya penanganan kasus, meski telah mengirimkan surat dan mengajukan pertanyaan berkali-kali.
Ketidakjelasan proses penanganan kasus ini menimbulkan ketidakpuasan. Terlebih, lamanya penanganan memicu desas-desus bahwa korban mengalami Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
“Kami tegaskan, kondisi tersebut muncul akibat dampak perundungan dan kurangnya penanganan serius dari pihak sekolah. Korban tidak mengalami ADHD, melainkan mengalami gangguan mental akibat perundungan,” ujar Husni Al Amin kepada wartawan usai pengaduan ke KPAI Kota Yogyakarta. Husni menambahkan, korban dikenal sebagai anak yang aktif di berbagai media.
Bayangkan, seorang anak yang aktif dan penuh semangat, tiba-tiba dituduh hal yang tidak benar. Masa kecilnya dirampas, haknya untuk berekspresi dihancurkan.
“Kami tidak ingin ada anak lain yang mengalami hal serupa,” kata Husni Al Amin dengan nada sedih.
Langkah selanjutnya, kami akan melaporkan pelaku ke Kemenkumham DIY.
“Somasi? Belum. Saat ini, fokus kami adalah memastikan keadilan bagi korban,” jawab Husni Al Amin.
“Kami masih menunggu itikad baik dari sekolah untuk bertemu. Somasi bukan prioritas kami saat ini,” tegas Husni Al Amin.
Pelaku perundungan, B dan N, adalah teman sekelas yang telah merundung korban sejak kelas 1 SD, hingga puncaknya di kelas 3 SD.”
Dengan membawa bukti-bukti, ibu korban telah mencoba berunding dengan kepala sekolah, namun belum membuahkan hasil.
Ibu korban telah berunding dengan kepala sekolah dan menyerahkan bukti-bukti perundungan. Bukti tersebut menunjukkan tindakan kekerasan fisik, seperti pemukulan, membenturkan kepala ke lantai, dan penendangan.
“Saya sangat kecewa mengetahui kejadian ini telah berlangsung selama tiga tahun di sekolah,” ungkap ibu korban dengan nada kecewa.
Namun, tidak ada tindakan lebih lanjut dari pihak sekolah. Bahkan, wali kelas berusaha menghalangi orang tua untuk melaporkan kasus ini.”
“Semua pihak telah mengetahui kejadian ini, namun sekolah tidak mengambil tindakan. Wali kelas bahkan meminta orang tua untuk tidak melaporkan, yang dikonfirmasi oleh orang tua siswa lain melalui percakapan pesan. Seolah-olah kejadian ini dianggap biasa saja,” tambahnya.
Perundungan ini membuat anak saya trauma. Ia ketakutan, cemas, dan ingin berhenti sekolah. Mimpi buruk terus menghantuinya.”
“Anak saya homeschooling sejak Desember, masih sering melamun. Pelaku masih sekolah seperti biasa. Saya mohon keadilan. Anak saya sudah sangat menderita, baik secara psikologis maupun dengan tuduhan ADHD,” ungkap ibu korban.
“Ibu korban menuntut pemecatan kepala sekolah dan wali kelas. ‘Masih banyak perundungan di sana,’ tegasnya.”
“‘Saya minta keadilan. Dinas Pendidikan sudah mengakui adanya perundungan. Mohon kawal kasus anak saya. Banyak sekali kasus perundungan di sekolah itu, tapi memindahkan anak tidak mudah,’ ujarnya.”
“Setelah KPAI, kami akan lapor ke Kemenkumham DIY. ‘Beberapa lembaga belum menangani kasus ini dengan serius, jadi kami akan ke Kemenkumham,’ kata kuasa hukum korban. ***