Perupa Bali Lintas Generasi Berkontribusi dalam Penguatan Ekosistem Kreatif di Bali

Kehadiran para perupa lintas generasi di pameran Bali Megarupa mampu membawa kontribusi positif bagi ekosistem kreatif di Pulau Dewata.

18 Oktober 2022, 10:04 WIB

Denpasar – Kehadiran perupa Bali lintas generasi di Pameran Bali Megarupa IV/2022 sangat kontributif terhadap penguatan ekosistem kreatif di Pulau Dewata.

“Perupa lintas generasi, pelukis senior dan junior bersanding, berinteraksi, sekaligus menemu dialog,” kata Kurator Bali Megarupa IV/2022 Prof. Dr. Wayan Kun Adnyana di sela-sela pameran, Senin 17 Oktober 2022.

Diketahui, pameran tahunan Bali Megarupa yang telah empat kali hadir dengan tema-tema khusus sangat relevan sekaligus kontekstual terkait permasalahan Bali, bangsa, dan dunia serta memancing semangat kreatif dan elan diskursus kritis.

Tema diangkat Bali Megarupa juga memantik imajinasi, kreativitas, dan nalar kritis yang merepresentasikan daya hidup seni rupa kontemporer Bali yang khas dan berkarakter.

Para kurator memberikan pandangannya dalam pameran Bali Megarupa, masing-masing Prof Wayan Kun Adnyana, Anak Agung Gde Rai dan Prof. Adrian Vickers

Menurut Kun Adnyana, peristiwa ini penting untuk memastikan kemajuan seni rupa Bali, karena regenerasi dalam ruang apresiasi menjadi penentu jagat seni yang kompetitif.

Rektor ISI Denpasar ini menegaskan,
hanya dengan demikian, masyarakat seni akan menemu kesungguhan daya hidup seni rupa kontemporer Bali kini.

Bali Megarupa merupakan bagian dari perhelatan Pemprov Bali, Festival Seni Bali Jani (FSBJ) IV Tahun 2022, telah berjalan sepekan dan masih berlangsung sepekan lagi hingga 23 Oktober 2022.

117 perupa modern dan kontemporer dengan rentang usia 20 hingga 78 tahun menyajikan 116 karya seniman baik karya seni lukis, patung, fotografi, kriya, keramik, instalasi, dan seni rupa video.

Empat lokasi yakni Museum Seni Neka, Museum Puri Lukisan, Agung Rai Museum of Art (ARMA) –ketiganya di Ubud– dan Gedung Kriya, Taman Budaya Provinsi Bali (Art Center) di Denpasar, menjadi tempat pameran karya – Karya mereka.

Karya para seniman ini merupakan jelajah pemaknaan dan eksplorasi tematik terkait air. Perupaan yang berangkat dari beragam persepsi, perspektif, sekaligus tawaran-tawaran gagasan genial; karakter artistik atau gaya visual dari perupa bersangkutan tetap dapat terlacak.

Mereka secara sadar merespons kepada tema/tajuk pameran Ranu-Wiku-Waktu: Semesta Cipta Sastra Rupa, tanpa kehilangan karakter pribadi.

“Tema air dijelajahi perupa sebagai sumber imajinasi, daya pikat artistik, sekaligus orientasi penciptaan,” jelas mantan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali ini.

Semua Karya perupa ini, dapat dipetakan secara garis besar ke dalam tiga kategori penjelajahan terkait tema air —menunjuk pada danau— berikut seluruh penamaannya, yakni: denotatif, konotatif, dan simbolik.

Dia menyebut ketiga kategori ini terkadang hadir berkelindan, saling berbaur, dan juga tertaut. Kategori eksplorasi secara denotatif atau real, dengan benderang.

Pencermatan air secara denotatif, juga menunjuk impresi air (zat cair), seperti mengungkap kesan visual gelombang, buih, tetesan, genangan, dan juga berlapis warna-warni kebiruan. Secara konotatif mencakup berbagai kemungkinan analogi tentang danau atau sumber air sebagai sumber kehidupan.

“Perupa justru sangat dominan mengarahkan, sekaligus membangun orientasi kreatif tentang sumber air ke dalam rupa simbolik,” ungkap Kun Adnyana.

Dijelaskan, simbol atau penanda yang menunjuk pada ikonografi tradisi, artefak budaya masa lalu, atau kreasi baru yang berkenaan dengan reka figurasi informal, maupun subjek gambar yang berkenaan ajaran atau prinsip-prinsip religi. ***

Artikel Lainnya

Terkini