![]() |
Bagian buah-buah yang tersisa oleh petani di Buleleng diolah kembali sehingga bisa bernilai tambah |
BULELENG – Petani buah di Kabupaten Buleleng kini nasibnya cukup miris, sebab dari setiap musim panen, harga buah kerap tak sesuai dengan hasil keringat. Karenanya, para petani buah digenjot lebih kreatif mengolah buah dari lahan mereka.
Praktisi buah tropis, Ni Putu Nadi Suryani (54) menyampaikan hal itu, saat ditemui di kediamannya Desa Kayu putih, Kecamatan Sukasada, Buleleng belum lama ini.
“Buah tropis ini buah yang sangat eksotis, seperti daerah Buleleng notabenya penghasil buah terbesar di Bali, dalam setahun, segala macam buah bisa didapatkan. Semestinya dapat dimanfaatkan agar memiliki nilai yang lebih,” ujarnya.
Perempuan yang pernah tinggal di Jerman ini, sering membantu petani, membeli buah sisa untuk dijadikan bahan selai, permen kering dan juga jus yang tanpa menggunakan sat pewarna maupun kimia.
“Kami senang bereksperimen. Buah yang kami ambil kami jadikan selai, ternyata enak. tau buah mente kan? Nah biasanya kan dipakai bijinya saja dan buahnya di buang. Padahal kan bisa jadi abon atau bisa jadi jus juga,” tuturnya.
Kendati demikian, hal ini dilakukan, tentu akan memiliki nilai tambah bagi petani, selain itu juga dapat membuka lapangan pekerjaan baru. Terlebih di Buleleng dengan posisi Nyegara Gunung Suryani sebut sebagai kebun buah terbesar di Bali.
![]() |
Petani buah di Buleleng Ni Putu Nadi Suryani |
Ia berharap agar petani tidak pasrah saat harga turun diperlu dukungan dari pemerintah agar turun memberikan penyuluhan ke warganya.
“Pemerintah mestinya memiliki peran aktif dalam memberikan ruang pada warganya. Kasian para petani. Capek-capek bekerja mengurusi kebunnya, saat panen malah harga anjlok. Mestinya kita lebih kreatif lagi. Contohnya di Thailand. Mereka membuah buah non biji pertama kali,” terangnya.
Sementara di Indonesia, Surya kualitas buah juga mengalami penurunan. Seperti halnya pada buah anggur yang dimana diberikan pupuk yang kurang bersahabat.
“Selain pupuk juga kurang, para petani anggur juga terburu-buru dalam memanennya. Biasanya, anggur di panen pada umur 105 hari baru mempunyai kualitas bagus. Tapi baru umur 80 sudah di semprot dengan obat biar cepat produksi. Itu yang akan mengurangi kualitas,” jelasnya. (gde)