Petani Menua, Lahan Menyusut: Mungkinkah Indonesia Swasembada Pangan?

Optimisme terhadap swasembada pangan dan potensi Indonesia menjadi lumbung pangan dunia diungkapkan oleh Wamen TransmigrasinViva Yoga Mauladi.

30 Januari 2025, 19:39 WIB

Jakarta – Perjalanan menuju swasembada pangan dan kedaulatan bangsa adalah sebuah perjuangan yang tidak mudah. Diperlukan sinergi dari seluruh komponen bangsa, tanpa adanya sekat ego sektoral.

Lebih dari itu, kepentingan umum harus menjadi kompas utama, mengalahkan kepentingan golongan dan ego pribadi.

Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi menyampaikan itu saat menjadi keynote speech dalam ‘Outlook Agriculture KAHMI 2025’ yang berlangsung secara luring di KAHMI Center, Jakarta, dan daring yang diikuti peserta dari berbagai daerah di Indonesia, 30 Januari 2025.

Wakil Ketua Umum PAN, dalam seminar ‘Swasembada Pangan Dalam Rangka Kemandirian Ekonomi Menuju Indonesia Maju’, menyampaikan optimisme terkait swasembada pangan.

“Kita mendorong masyarakat bersama dengan pemerintah untuk berjuang membangun swasembada pangan sekaligus meningkatkan taraf hidup petani,” tegasnya. Ia menilai Indonesia memiliki potensi lahan yang besar untuk mencapai tujuan tersebut.

Optimisme terhadap swasembada pangan dan potensi Indonesia menjadi lumbung pangan dunia diungkapkan oleh Viva Yoga.

“Ini bukan suatu mimpi, dengan kerja keras saya yakin bangsa Indonesia mampu menjadi lumbung pangan dunia,” tuturnya. Ia menekankan kerja keras dari semua pihak adalah kunci untuk mencapai tujuan tersebut.

Mantan anggota Komisi IV DPR menyampaikan beberapa langkah kunci untuk mencapai swasembada pangan.

“Langkah-langkah tersebut meliputi mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan desa, daerah, dan nasional; tersedianya lahan pangan secara berkelanjutan, meningkatkan berbagai kualitas tata kelola sistem pangan, konsumsi, dan produktifitas pertanian; serta menjaga keamanan dan penanganan kerawanan pangan,” paparnya.

Viva Yoga menjelaskan strategi peningkatan produksi melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.

“Intensifikasi terbagi atas tiga hal,” paparnya, “meningkatkan produktivitas melalui sarana produksi pertanian yakni benih bersertifikat, pupuk, air irigasi, serta penunjang lainnya; mengurangi susut panen dengan alsintan paska panen (harvester, RMU); dan meningkatkan indeks pertanaman melalui optimalisasi lahan eksisting (air irigasi dan pengolahan lahan).”

Viva Yoga menjelaskan strategi ekstensifikasi untuk mencapai swasembada pangan. “Sedang ekstensifikasi ditempuh lewat menambah lahan baku sawah dan mencetak lahan atau sawah baru,” ujarnya. Ia juga menyoroti tantangan-tantangan yang ada.

“Meski demikian tantangan tersebut harus dihadapi dan dikelola sehingga tidak menjadi rintangan,” tegas mantan Ketum HMI Cabang Denpasar ini.

Dia mengungkapkan tantangan-tantangan yang menghambat upaya mencapai swasembada pangan.

“Tantangan tersebut adalah, pertama, stagnasi produksi pangan. Padi turun sekitar 1,1 persen pada 2019-2023, rendahnya produktivitas lahan budidaya ikan 0,6 ton/ha/tahun. Kedua, tingginya ketergantungan pada impor,” paparnya.

Ia merinci, “Catatan pada 2023 menunjukkan beras sebanyak 3,1 juta ton; daging sapi 52,3 persen; susu 78,6 persen, garam 2,8 juta ton.”

Tantangan lain termasuk daerah rawan pangan (16 persen kabupaten/kota), alih fungsi lahan (80 ribu ha di Jawa pada 2019-2024), degradasi lahan (89,5 persen lahan tidak berkelanjutan), dan kurangnya regenerasi petani (70 persen petani berusia di atas 43 tahun).

Dalam seminar tersebut hadir juga sebagai pembicara Presidium Majelis Nasional KAHMI Prof. Dr. Ir. Abdullah Puteh, Mantan Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan Prof. Dr. Ir. M. Jafar Hafsah, anggota Komisi IV DPR Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS, Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB Prof. Dr. Sofyan Sjaf, dan Direksi BNI Munadi Herlambang. ***

Berita Lainnya

Terkini