Denpasar – Isu santer pelarangan tokoh legendaris Petruk dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 akhirnya ditepis tuntas! Kurator PKB menegaskan tak ada larangan bagi seniman drama gong Petruk, melainkan sebuah imbauan tegas agar menjaga etika dan marwah seni yang luhur di panggung kebudayaan terbesar Bali ini.
“Tidak ada pelarangan terhadap Petruk atau sanggar manapun. Kami hanya mengingatkan seluruh peserta agar menjaga marwah PKB sebagai panggung seni budaya yang luhur,” tegas Prof. Dr. I Wayan Dibia, Kurator PKB, usai Rapat Pleno PKB ke-47 di Kantor Gubernur Bali, Kamis (5/6/2025).
Ia didampingi oleh kurator-kurator hebat lainnya: Prof. Dr. I Made Bandem, Prof. Komang Sudirga, dan I Gede Nala Antara.
Prof. Dibia menjelaskan, imbauan ini berlaku umum untuk seluruh pengisi acara. Tujuannya jelas: menghindari aksi-aksi yang “jaruh” (vulgar), “buduh” (bodoh), dan “memisuh” (mengumpat) yang dinilai tak mencerminkan kualitas tontonan yang bermartabat.
“Drama gong di masa lalu tak pernah memisuh di panggung. Kita hanya mengingatkan agar seniman tetap bertanggung jawab atas karya yang ditampilkan. PKB adalah forum budaya, bukan sekadar hiburan kosong,” lugasnya.
Senada dengan Prof. Dibia, Prof. Bandem menambahkan bahwa para kurator justru membuka ruang seluas-luasnya bagi kreativitas seniman, selama tetap menjunjung tinggi nilai kesantunan dan adab budaya. “Kami tak pernah menyebut satu nama untuk dilarang tampil. Ruang kreatif dibuka luas, tapi ada tanggung jawab moral yang harus dipegang,” tandas Prof. Bandem.
Sebagai bukti keberhasilan arahan ini, para kurator menyoroti perubahan positif pada penampilan joged bumbung di PKB yang kini jauh lebih tertib dan santun. Hal ini membuktikan bahwa PKB mampu menjadi wadah untuk menuntun, bukan hanya sekadar tontonan.
“PKB harus jadi tontonan yang juga memberikan tuntunan,” pungkas Prof. Dibia. Ini menjadi pesan kuat bagi seluruh seniman dan penikmat seni di Bali, bahwa PKB adalah cerminan kemuliaan budaya yang harus dijaga bersama. ***