Ketua Perkumpulan Obsitetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) cabang Denpasar dr Made Suyasa |
KabarNusa.com – Masyarakat utamanya kaum wanita masih belum memahami secara baik tentang pentingnya kesehatan reproduksi bagi keberlangsungan hidup bangsa ini sehingga mestinya sejak dini pengetahuan reproduksi perlu diajarkan di sekolah,
Kalangan ahli obisetri dan ginekologi bahkan telah mengusulkan agar kesehatan reproduksi untuk wanita itu bisa masuk ke kurikulum sekolah.
Ketua Perkumpulan Obsitetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Cabang Denpasar dr Made Suyasa mengakui, banyaknya kasus seperti yang terjadi di masyarakat seperti aborsi, seks bebas dan lainnya, menjadi keprihatinan bangsa ini.
Apalagi, akibat pergaulan di era modern seperti sekarang, masyarakat abai terlebih kaum perempuan akan pentingnya menjaga kesehatan reproduksinya.
“Padahal kesehatan reproduksi ini menjadi penentu bagi penyiapan generasi masa mendatang yang lebih baik dan berkualitas,” tandas Suyasa di sela aksi bersih pantai di Sanur, Denpasar, Rabu 27 Agustus 2014.
Menanggapi lahirnya UU Aborsi yang baru, pihaknya menilai lambat untuk disahkan. Mestinya, UU yang melegalkan aborsi bagi wanita hamil ini sudah harus disahkan sejak dahulu.
Karenanya, dengan telah disahkan UU itu, pihaknya mendorong agar pemerintah membuat satu lembaga atau tim khusus guna melakukan penanganan aborsi sesuai ketentuan UU.
Perlu lembaga berkompeten yang bisa menanganinya, misalnya ketika dokter berhadapan pasien. Perlu keterlibatan tim yang terdiri dari dokter yang berkompeten, psikolog, orang tua, rohaniawan.
kata dia, kehadiran lembaga aborsi ini bisa membantu ada opsi-opsi apakah pasien ini termasuk dalam aborsi kriminalis atau medis.
Tindakan aborsi sendiri, jelasnya, ada dua macam ada aborsi spontan dan aborsi provokatus.
Aborsi spontan seperti keguguran alamiah itu dilegalkan sementara yang provokatus seperti aborsi kriminalis dan medis juga didukung olehnya.
Dia mencontohkan abortus kriminalis di mana anak remaja yang hamil karena diperkosa. “Itu saya dukung, juga abortus bersifat medis seperti ibu hamil dengan penyakit jantung kalau dipaksakan bisa membahayakan janin,” terangya.
Meski angka kasus aborsi di Bali misalnya masih rendah namun tetap harus mendapatkan perhatian masalah tersebut.
Masyarakat utamanya orang tua yang memiliki anak perempuan maupun wanita yang tengah hamil dan semua perempuan, menyadari pentingnya menjaga alat reproduksinya sejak dini.
“Kami selain mengusulkan lembaga khusus penanganan aborsi, juga agar penndidikan alat reproduksi atau rahim bisa dimasukkan ke kurikulum SMP dan SMU,” tandas dia.
Dengan dimasukannya ke kurikulum sekolah, dia meyakini mampu mencegah terjadinya angka aborsi.
Diakuinya, kendati UU melegalkan aborsi, tidak serta merta bisa diterima dengan mudah di mata masyarakat, karena banyak pro dan kontra.
“Saya bukan orang yang mendorong aborsi justru saya anti aborsi, apa yang disahkan oleh pemerintah seharusnya yang sosialisasi itu pemerintah,” terangnya. (rma)