PPIJ Pelajari Sistem Pilkada Jepang sebagai Rujukan Reformasi Pilkada Indonesia

25 Desember 2024, 21:01 WIB

TOKYO— Ditengah polemik wacana pemilihan kepala daerah dipilih DPRD yang digulirkan Presiden Prabowo Subianto, Perhimpunan Pelajar Indonesia Jepang (PPIJ) 2024-2025 menggelar diskusi publik bertema “Belajar dari Pemilihan Kepala Daerah di Jepang” di Cinta Jawa Cafe Shinjuku, Tokyo, Minggu (22/12/2024).

Diskusi ini menghadirkan Komisioner Bawaslu RI 2022-2027, Puadi, MM sebagai narasumber utama dalam upaya memahami dan membandingkan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) di kedua negara. Puluhan mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi S1, S2 dan S3 di Negeri Sakura sangat antusias menghadiri diskusi ini.

Dalam paparannya, Puadi memaparkan kompleksitas pelaksanaan Pilkada di Indonesia yang dipengaruhi oleh keragaman geografis, sosial, dan budaya. “Indonesia ini luar biasa dengan beragam keragaman suku, ras, dan sebagainya. Ini mempengaruhi style pelaksanaan Pilkada di masing-masing daerah,” ujarnya.

Komisioner Bawaslu ini mengungkapkan tantangan serius dalam pelaksanaan Pilkada di Indonesia, terutama masalah politik uang yang masih menjadi kendala utama.

“Dana yang dikeluarkan untuk pencalonan kepala daerah di Indonesia sangat besar” ungkap Puadi.
Puadi juga menyoroti kendala dalam pengawasan dan penegakan hukum Pilkada.

“Di pemilu, jika ada kasus politik uang, apakah melalui pintu temuan atau laporan yang dapat dijerat hukum hanya pemberi. Namun, jika kasusnya pada Pilkada, baik pemberi dan penerima dapat dijerat sanksi pidana. Selain itu, Bawaslu tidak memiliki kewenangan penggeledahan atau pemaksaan, sebab yang mempunyai kewenangan hanya penyidik kepolisian dan kejaksaan saja, jadi jika ada kasus tersebut harus masuk dalam sentra Gakkumdu sebagaimana diatur dalam Pasal 152 UU 10/2016 dan pasal 486 UU 7/2017”, tambahnya.

Puadi juga menegaskan terkait usulan Presiden Prabowo tentang pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD.
“Usulan Presiden Prabowo terkait pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD yang dianggap lebih efisien dan hemat biaya, hal ini bisa menjadi diskursus pemangku kebijakan di tingkat nasional, namun tentunya apapun model sistem Pilkada, Bawaslu akan selalu siap mengawal dan konsisten menjalankan kewenangannya dengan baik”, ungkapnya.

Kandidat Doktoral Ilmu Politik Universitas Nasional ini berharap prinsip penyelenggaraan Pilkada kedepan lebih efektif dan efisien.

“Problematika Pilkada dengan tingginya biaya penyelenggaraan dan modal kampanye para Paslon yang besar, diharapkan kedepan Indonesia memiliki model dan sistem Pilkada yang lebih baik”, tandasnya.

Ketua Umum PPIJ, Prima Gandhi mengungkapkan perbedaan Pilkada di Indonesia dan Jepang, menurutnya sistem pemilihan kepala daerah di Jepang, yang dikenal dengan sistem prefektur, dinilai lebih efisien. Periode kampanye yang hanya berlangsung dua minggu menjadi salah satu faktor yang membuat sistem ini lebih terkontrol dan hemat biaya.

“Di Jepang, transparansi dana kampanye jauh lebih baik. Setiap pengeluaran harus dilaporkan secara rinci. Ini berbeda dengan di Indonesia, di mana sering kali dana yang dilaporkan tidak berimbang dengan pengeluaran aktual di lapangan,” ungkap Prima Gandhi.

Diskusi yang dibuka oleh Ketua PPIJ Prima Gandhi dan dimoderatori Ketua Biro Kajian Strategis PPIJ Fahmi Aziz ini mengidentifikasi beberapa pembelajaran penting dari sistem Pilkada Jepang, di antaranya:
1. Jadwal pemilihan yang tetap dan terkontrol.
2. Periode kampanye yang efisien dan ramah lingkungan.
3. Transparansi dana kampanye yang lebih baik.
4. Partisipasi pemilih yang tinggi.
5. Penegakan hukum yang tegas.
Selain itu, pada sesi tanya jawab peserta diskusi menyoroti tantangan spesifik dalam pelaksanaan Pilkada di Indonesia, termasuk:
1. Perbedaan geografis yang mempengaruhi logistik pemilihan.
2. Keragaman etnis dan agama yang dapat memicu polarisasi politik.
3. Ketimpangan infrastruktur antar daerah.
4. Kapasitas penyelenggara dan pengawasan yang tidak merata.
5. Tingginya biaya politik dan rawannya praktik politik uang.

“Desentralisasi dan demokrasi lokal sebenarnya menjadi kekuatan untuk memperkuat pembangunan daerah. Namun, tantangan seperti politik uang, tingginya biaya politik, dan konflik sosial perlu ditangani dengan langkah-langkah strategis,” tegas Puadi.

Sebagai hasil dari diskusi ini, PPIJ berkomitmen untuk melakukan kajian lebih mendalam tentang sistem pemilihan kepala daerah. Organisasi ini akan menyusun rekomendasi komprehensif yang akan disampaikan kepada DPR RI selaku pembuat undang-undang.

“Kami akan mengembangkan rekomendasi yang tidak hanya mempertimbangkan aspek efisiensi, tetapi juga menjaga prinsip-prinsip demokrasi substansial. Fokus utama kami adalah bagaimana menciptakan sistem pemilihan yang transparan, akuntabel, dan bersih dari politik uang,” jelas Fahmi Aziz mahasiswa magister University of Tokyo.

“Pembelajaran dari sistem Pilkada Jepang ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru dalam upaya perbaikan sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia,” tutup Prima Gandhi, Ketua PPIJ.***

Berita Lainnya

Terkini