Presiden: Keuntungan Pertamina Rp20 Triliun, Dipakai Riset Tak Akan Rugi

BUMN seperti Pertamina harus lebih berperan besar untuk mendukung pengembangan industri katalis.

30 Januari 2020, 20:33 WIB

TangerangPresiden Joko Widodo menegaskan dengan keuntungan diperoleh BUMN seperti Pertamina di atas Rp 20 Triliun maka tidak akan rugi jika dipakai untuk mendukung kegiatan riset.

Era persaingan global, di mana negara-negara berkompetisi untuk memperoleh keunggulan, membutuhkan komitmen dan keberanian untuk melakukan riset dan inovasi.

Melalui riset yang berkesinambungan dan melahirkan inovasi tersebut negara pada akhirnya akan mendapatkan keunggulan kompetitif. Dukungan terhadap hal itu harus diberikan dalam porsi yang lebih besar oleh seluruh pihak.

Presiden Joko Widodo sendiri memandang bahwa tugas dan fungsi dukungan tersebut sudah selayaknya turut dibebankan kepada BUMN-BUMN.

Era sekarang ini, gerak BUMN semestinya tak lagi terbatas hanya pada kegiatan usaha atau produksi barang-barang dan layanan bernilai ekonomis, melainkan turut berperan dalam pengembangan riset dan inovasi yang dilakukan anak-anak
bangsa.

BUMN seperti Pertamina harus lebih berperan besar dalam mendukung pengembangan industri katalis ini, jangan takut dan malah menghindar. Diingatkan, keuntungan Pertamina itu bukan hanya miliar, bukan hanya Rp1-2 triliun, tapi sudah terakhir di atas Rp20 triliun.

“Jadi kalau dipakai untuk riset seperti ini saya kira tidak ada ruginya,” ujarnya selepas berdialog dengan Prof. Dr. Ir. Subagjo dari ITB dalam acara Pembukaan Rakornas Kemenristek/BRIN Tahun 2020 di kawasan Puspiptek, Tangerang
Selatan, Kamis (30/1/2020).

Nama Pertamina disebut oleh Subagjo yang bersama timnya di ITB sedang melakukan riset mengenai teknologi katalis.

Lewat riset yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1982 tersebut Subagjo memiliki harapan besar untuk mewujudkan kemandirian bangsa terhadap kebutuhan katalis industri yang sebagian besar masih didapat dari impor.

Subagjo menceritakan kepada Presiden Jokowi, awal mula riset dilatarbelakangi banyaknya limbah sawit yang terbuang industri. Padahal, apabila diolah sedemikian rupa, limbah sawit tersebut dapat dikonversi menjadi olahan minyak bumi.

Lantaran dirinya belajar tentang katalis, diminta mencari katalis yang cocok untuk proses tersebut. Kami lakukan dan memang kami sangat gembira waktu itu. Dorongan para seniornya, bahwa reaksi itu menghasilkan cairan yang
kadang-kadang baunya seperti solar, tergantung pada kondisi operasinya.

“Maksudnya, kalau temperatur tinggi hasilnya gas, bisa jadi elpiji. Kalau temperatur lebih rendah, nanti diperoleh bensin. Lebih rendah lagi kerosene. Kerosene itu bahan baku avtur. Lebih rendah lagi bisa solar,” ia menambahkan.

Namun, untuk melakukan riset di bidang tersebut ternyata tidak mudah oleh karena membutuhkan dukungan industri dan dana yang besar. Subagjo dan timnya terpaksa harus menghentikan riset mereka saat itu karena kesulitan menemukan mitra industri.

“Padahal kami punya (resep) katalis yang baik untuk proses tersebut,” ucapnya. Tahun 2000 riset tersebut dapat diteruskan kembali setelah menjalin kerja sama dengan Pertamina untuk mengembangkan katalis yang digunakan di BUMN tersebut.

Hanya saja, jumlah yang diberikan Pertamina dinilai terlalu kecil oleh Presiden. Mengingat keuntungan Pertamina yang jauh lebih besar dan subjek riset yang tergolong sebuah penemuan besar yang dapat memajukan perekonomian
negara.

Subagjo kemudian mengatakan bahwa bantuan terakhir yang diterima oleh timnya dari Pertamina sebesar Rp46 miliar. Namun, itu dinilai Presiden masih belum cukup.

“Rp46 miliar? Tapi kecil juga, karena dana sawit kita sekarang mungkin sudah mendekati Rp30 triliun. Untuk apa ini hanya disimpan saja? Saya sudah perintahkan ke menteri saat itu untuk diperbanyak bantuan ke ITB urusan
katalis ini,” kata Presiden.

Presiden mengungkap, Pertamina dalam beroperasinya membutuhkan kurang lebih 50 katalis hanya 3 diantaranya yang mampu diproduksi sendiri.

Kepala Negara berharap agar dengan hasil riset dan pembangunan industri katalis tersebut di masa mendatang akan diperoleh efisiensi, utamanya melalui kebijakan B20 dan seterusnya dengan menggunakan bahan dan proses yang
sepenuhnya dilakukan di dalam negeri.

Upaya-upaya anak bangsa seperti ini harus didukung penuh, tidak boleh dihambat. BUMN seperti Pertamina harus lebih berperan besar untuk mendukung pengembangan industri katalis.

“Badan Pengelola Dana Sawit juga harus aktif mendukung riset-riset yang sangat berdampak besar seperti ini,” tandasnya. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini