Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) disebut-sebut menjadi pemicu utama di balik lonjakan harga bahan pangan signifikan yang kini mulai dirasakan masyarakat di berbagai daerah.
Kenaikan ini, yang meliputi komoditas seperti telur ayam, daging ayam, daging sapi, dan sayuran, bahkan mendorong tingkat inflasi di daerah-daerah melebihi rata-rata nasional.
Menurut Tulus Abadi, Pegiat Perlindungan Konsumen dan Ketua FKBI (Forum Konsumen Berdaya Indonesia), kenaikan harga ini disebabkan oleh kesenjangan pasokan dan permintaan yang dipicu oleh program MBG.
Program tersebut memicu kenaikan permintaan (demand) bahan pangan yang signifikan, namun sayangnya, tidak diimbangi dengan peningkatan atau penambahan pasokan yang memadai di pasaran.
“Sebagai contoh, harga telur di Jakarta saat ini mencapai Rp38.000 per kg, jauh di atas kisaran normalnya di Rp29.000-Rp32.000 per kg,” ujar Tulus.
Klimaksnya, inflasi di berbagai daerah pun naik sangat tinggi, rata-rata mencapai 6,6 persen, lebih tinggi dari inflasi nasional.”
Tulus Abadi menekankan, pemerintah perlu bertindak cepat dan sinergis untuk memitigasi kesenjangan ini dengan memperkuat pasokan bahan pangan di pasaran, terutama di daerah-daerah yang program MBG-nya telah berjalan secara masif.
Jika penambahan pasokan tidak dilakukan setara dengan peningkatan permintaan, dikhawatirkan kenaikan harga bahan pangan akan semakin tak terkendali, pasar terdistorsi, dan inflasi daerah terus meningkat.
Langkah-langkah yang diusulkan antara lain:
Memberikan kemudahan perizinan bagi produsen.
Mempermudah jalur distribusi.
Memangkas rantai pasok untuk mempercepat penambahan pasokan.
Situasi ini diperkirakan akan memburuk jika tidak segera diatasi dalam waktu satu bulan ke depan, mengingat pertengahan Desember akan memasuki fenomena Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Momen Nataru secara historis juga menjadi pemicu kenaikan permintaan dan harga bahan pangan.
Tulus Abadi memperingatkan jika kenaikan harga pangan dan inflasi makin tak terkendali, hal ini akan menciptakan sebuah paradoks.
“Apalah artinya seporsi MBG bagi anak-anaknya, jika kemudian orang tua terdampak dengan kenaikan harga sembako/bahan pangan, yang nilainya lebih tinggi dibanding dengan seporsi MBG,” pungkasnya. ***

