Puluhan Karya Perupa Made Duatmika dan Wayan Suastama Dipamerkan di Santrian Art Gallery

Kurator Dian Dewi Reich saat pembukaan pameran ini menyatakan, Made Duatmika dan Wayan Suastama, dua sahabat yang telah terlibat dalam lingkaran seni yang sama sejak muda, berbagi kenangan-kenangan dari latar belakang kehidupan di desa.

11 Januari 2025, 06:56 WIB

Denpasar – Puluhan lukisan karya dua perupa Bali Wayan Suastama dan Made Duatmika dipamerkan di Santrian Art Gallery Sanur Denpasar.

Dalam pameran mengusung tema Path of Time, a Returning karya kedua perupa berlangsung 10 Januari hingga 28 Februari 2025, di Art Gallery Sanu Jl. Danau Tamblingan, Sanur. Director Griya Santrian Ida Bagus Gede Sidhartha Putra didampingi Made Dolar Astawa, turut memberikan sambutan pembukaan yang dihadiri banyak kalangan mulai seniman, akademisi, mahasisws kurator pengunjung hingga wisatawan asing dan domestik.

Pameran lukisan bersama diresmikan seniman I Made Djirna ini, menampilkan karya-karya Made Duatmika dan Wayan Suastama, yang mencoba mengobati kerinduan terhadap kenangan masa kecil di Kampung halaman.

Mereka mendapati dengan hal2 yang tidak lagi sama seperti masa kanak-kanak mereka.

Dalam sambutannya, Kurator Dian Dewi Reich saat pembukaan pameran menyatakan, Made Duatmika dan Wayan Suastama, dua sahabat yang telah terlibat dalam lingkaran seni yang sama sejak muda, berbagi kenangan-kenangan dari latar belakang kehidupan di desa.

Made Duatmika berasal dari Jembrana dan Wayan Suastama dari Tabanan, masingmasing dengan budaya lokal yang hampir sama meskipun berbeda.

Compress 20250111 075606 6497
Lukisan karya perupa Wayan Suartama/dok.kabarnusa

Keduanya merupakan anggota militant Art Group dan mereka sekarang dalam pameran bersama.

Kerinduan terhadap “masa lalu,” dirasakan kedua seniman ini bukan hanya rumah tinggal yang merupakan tempat fisik, tetapi sebagai masa—kenangan akan rumah masa kecil yang kini terasa berbeda.

“Kerinduan ini menjadi benang merah dalam karya mereka,” tandas Dian Dewi Reich dalam keterangannya.

Melihat Karya Made Duatmika Duatmika tergambar kerinduan kenangan masa kecilnya dengan warna dan emosi yang sangat ekspresif, dengan fokus pada kerbau air sebagai sebuah simbol budaya Jembrana.

Perpaduan kesederhanaan memori memori yang sangat polos dengan teknik warna dan tekstur yang matang. Pada seri Path of Time, a Returning, ia mengkomunikasikan kenangan masa lalu dengan humor dan kehangatan, menciptakan karya yang penuh dengan keceriaan dan nostalgia.

Sementara melalui karyanya, Wayan Suastama yang terinspirasi filosofi Hulu dan Teben di Tabanan, menggabungkan elemen tradisional, mengeksplorasi imajinatif yang bebas.

Diungkapkan, karya-karyanya menunjukkan keseimbangan antara manusia, alam, dan hewan. Kemungkinan bisa di terjemahkan simbol simbol seperti harimau sebagai lambang kekuatan dan keseimbangan ekosistem yang kini rapuh.

Emas dalam karyanya berkesan nilai kehidupan yang berharga dan hubungan spiritual antara semua makhluk hidup. Kerinduan untuk Rumah Meskipun Duatmika dan Suastama memiliki pengalaman hidup yang berbeda, keduanya berbagi kerinduan untuk kembali ke rumah, ke desa, ke masa yang lalu.

Karya mereka, yang berakar pada kenangan masa kecil, menyampaikan perasaan ini dalam cara yang saling melengkapi. Pada pameran ini menyoroti pentingnya menjaga warisan budaya dan mengingatkan kita akan kerinduan terhadap kesederhanaan yang semakin sulit ditemukanl

Kedua perupa yang berpameran menampilkan karya-karya yang mewakili kerinduan akan kenangan pada masa kecil, dengan aneka hal yang tidak lagi sama seperti masa kanak-kanak mereka.

Made Duatmika dan Wayan Suastama, dua sahabat yang telah terlibat dalam lingkaran seni yang sama sejak muda, berbagi kenangan dari latar belakang kehidupan di desa.

Duatmika berasal dari Jembrana dan Suastama dari Tabanan, masing-masing dengan budaya lokal yang sama meskipun berbeda. Keduanya merupakan anggota Militant Art Group dan keduanya sepakat berbagi kenangan yang dituangkan dalam karya seperti dipamerkan kali ini.

Dian Dewi Reich menyebut kedua seniman merasakan kerinduan terhadap masa lalu, bukan hanya rumah tinggal yang merupakan tempat fisik, tetapi juga berbagai kenangan yang terkait masa kecil yang kini terasa berbeda.

“Kerinduan ini menjadi benang merah dalam karya mereka yang menyatukan mereka dalam pameran ini,” kata Dian Dewi.

Karya Made Duatmika mengungkapkan kenangan masa kecilnya dengan warna dan emosi yang sangat ekspresif, dengan fokus pada kerbau air, sebuah simbol budaya Jembrana.

Karya Made Duatmika yang akrab disapa Bodrek ini memadukan kesederhanaan memori memori yang sangat polos dengan teknik warna dan tekstur yang matang.

Dalam seri Path of Time, a Returning, ia mengomunikasikan kenangan masa lalu dengan humor dan kehangatan, menciptakan karya yang penuh dengan keceriaan dan nostalgia.

Sementara itu, karya Wayan Suastama terinspirasi filosofi Hulu dan Teben di Tabanan, menggabungkan elemen tradisional dengan eksplorasi imajinatif yang bebas.

Saat membuka pameran Made Djirna memuji kedua perupa sangat layak diperhitungkan ke depannya.

“Kedua seniman ini tidak perlu disangsikan lagi begitu juga galeri santrian sudah banyak memberikan support bagi saya galeri adalah roda dari pertumbuhan perkembangan seni rupa itu sendiri,” kata Made Djirna.

Roda ini butuh Energi, tidak hanya sebatas apa namanya hanya memproduksi sisi seniman musti menjalin hubungan yang baik kepada para pencinta seni.

Begitu juga kepada galeri-galeri tidak hanya sebatas galeri mungkin kepada ruang-ruang yang dimiliki oleh pencipta seni, biar tumbuh dan berkembang kedepannya.

Kata Made Djirna, galeri mesti menjalin karya-karya yang baik Ini, mesti ada terpanjang di museum-museum baik secara nasional maupun secara internasional.

Karya-karya kedua perupa itu, akan punya nilai apabila keseimbangan antara galeri dengan seniman dan pencinta seni . Mereka harus saling mendukung saling menunjang untuk tumbuh berkembangnya kesenian itu sendiri khususnya seni rupa. ***

Berita Lainnya

Terkini