Wiratmoko (Foto:KabarNusa), |
KabarNusa.com, Denpasar – Pemerintah pusat mentransfer dana hingga Rp 528,6 Trilin lebih ke Pemerintah Provinsi Bali lewat dana perimbangan guna mendanai berbagai kegiatan pembangunan.
Sebagian besar penerimaan pajak yang disetor daerah baik kabupaten kota pada gilirannya, dikembalikan ke daerah melalui mekanisme otonomi khusus, dana perimbangan Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Tahun ini, penerimaan pajak yang ditransfer kembali ke daerah (Bali) sekira Rp528,6 Triliun,” sebut Kabid Kerjasama Ekstensifikasi dan Penilaian Kanwil Direktorat Jenderal Pajak DJP Bali Wiratmoko, Senin (10/3/2014).
Diakuinya, dalam kerangka untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak di daerah maka, institusinya memerlukan dukungan suplai data dari pemerintah daerah.
Pihaknya terus mensosialisasikan ke Pemda, Dinas Pendapatan Daerah Bendaraha dan pejabat terkait lainnya adanya dua aturan Menteri Keuangan.
Pertama Peraturan Menteri Keuangan No 132 /pmk.03/2013 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan jenis informasi
yang berkaitan dengan perpajakan
Kedua Peraturan Menteri Keuangan No 64/pmk.05/2013 tentang Mekanissme pengawasan terhadap pemotongan, pemungutan dan penyetoran pajak yang dilakukan bendahara pengeluaran setiap skpd, Kuasa bendara umum daerah.
Dalam sosialisasi aturan tersebut di Bali, dihadiri 120 pejabat yang dilakukan oleh Tim sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan dipimpin Rizky Muliawan.
Diharapkan, adanya sosialisasi terjadi pertukaran data untuk intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.
Apalagi, “tax ratio” saat ini masih di bawah 10 persen sehingga perlu terus disosialisasikan pemahaman kepada seluruh wajib pajak.
Wiratmoko menambahkan, target penerimaan pajak setiap tahunnya selalu meningkat di mana tahun ini diharapkan bisa mencapai Rp 1110, 2 T di luar penerimaan cukai.
Jika ditambah cukai maka target penerimaan tahun 2014 ini totalnya mencapai Rp1320,2 T
Mengingat pentingnya kontribusi penerimaan pajak bagi APBN mencapai 78, 8 maka diharapkan bisa tercapai atau terealisasi.
Untuk itu, Dirjen pajak perlu banyak mendapat data untuk dipakai dalam kerangka pengawasan wajib pajak.
Tanpa pengawasan yang baik, maka penerimaan oajak tidak akan berjalan maksimal.
“Data dari daerah sangat diperlukan, untuk alat pengawasan untuk mengoptimalkan penerimaan pendapatan pusat,” imbuhnya.
Kendala dihadapi, saat ini institusi pajak masih terkendala suplai data dari instansi lainnya seperti perbankan untuk mengatuhui berapa atau bagaimana kondisi wajib sebenarnya.
“Selama ini agak susah ya, kami memperoleh data, padahal sudah ada payung hukum PP Nomor 3 tahun 2012 yang menyebutkan instansi di luar pajak wajib memberikan data berkaitan pajak,” imbuhnya. (rma)