Jakarta – Forum Silaturahmi Pemuda Islam (FSPI) menilai maraknya insiden pohon tumbang di Jakarta sepanjang Oktober 2025 merupakan bukti lemahnya antisipasi dan ketidaktepatan kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam pengelolaan ruang terbuka hijau.
FSPI mendesak DPRD DKI Jakarta untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) yang dinilai gagal menyiapkan langkah mitigasi menghadapi musim hujan.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat, sepanjang tahun 2025 hingga akhir Oktober, terdapat 273 laporan pohon tumbang di berbagai wilayah Ibu Kota, dari jumlah tersebut, Jakarta Timur tercatat dengan kejadian terbanyak yaitu 80 insiden, disusul Jakarta Selatan sebanyak 73 insiden, Jakarta Barat 61 insiden, Jakarta Utara 30 insiden, Jakarta Pusat 24 insiden, dan Kepulauan Seribu 5 insiden.
Akibat rentetan kejadian tersebut, dua orang dilaporkan meninggal dunia, beberapa warga mengalami luka-luka, serta puluhan kendaraan dan bangunan mengalami kerusakan setelah tertimpa pohon. BPBD mencatat peningkatan laporan signifikan sejak pertengahan Oktober, seiring intensitas hujan dan angin kencang yang melanda wilayah Jakarta. BPBD mencatat peningkatan laporan signifikan sejak pertengahan Oktober, seiring intensitas hujan dan angin kencang yang melanda wilayah Jakarta.
FSPI menilai kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang lebih menonjolkan aspek estetika kota dibanding keselamatan publik menjadi salah satu penyebab utama maraknya pohon tumbang. Sejumlah kebijakan, seperti pemangkasan tanpa kajian ahli, penataan taman tanpa pemeriksaan akar dan usia pohon, serta minimnya peremajaan vegetasi tua di area padat lalu lintas, disebut berpotensi memperbesar risiko tumbangnya pohon saat hujan deras dan angin kencang.
“Selama ini kebijakan penghijauan di Jakarta lebih banyak bersifat seremonial. Pohon ditanam tanpa perencanaan teknis jangka panjang, sementara pohon tua dibiarkan tanpa pemeriksaan rutin,” ujar Koordinator Presidium FSPI, Zuhelmi Tanjung.
FSPI juga menyoroti penanaman pohon di bawah flyover yang dinilai tidak tepat guna. Kondisi minim sinar matahari dan drainase buruk membuat akar pohon rapuh, sehingga berpotensi membahayakan pengguna jalan saat hujan deras.
Menanggapi kejadian tersebut, Pemprov DKI Jakarta melalui Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, M. Fajar Sauri, menyatakan telah menurunkan tim pemeriksa pohon dan menebang pohon tua yang berisiko tumbang. Pemprov juga menyiapkan santunan Rp50 juta bagi keluarga korban meninggal dunia dan hingga Rp25 juta untuk pemilik kendaraan atau bangunan yang rusak, namun FSPI menilai langkah tersebut tidak proporsional dan tidak menyentuh akar persoalan.
“Ini bukan soal santunan, tapi soal keabaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Insiden seperti ini tidak bisa dimaklumi hanya dengan pemberian santunan,” tegas Zuhelmi Tanjung.
FSPI menilai Pemprov seharusnya memiliki basis data digital tentang usia dan kondisi pohon di seluruh wilayah Jakarta agar pemeliharaan dapat dilakukan secara terukur, tepat sasaran, dan berkelanjutan.
FSPI mendesak DPRD DKI Jakarta memaksimalkan fungsi pengawasan untuk mengevaluasi kinerja Distamhut dan perangkat daerah terkait. Evaluasi ini penting untuk memastikan anggaran pemeliharaan taman dan pohon benar-benar digunakan sesuai kebutuhan lapangan.
“DPRD perlu segera memanggil Distamhut guna memastikan sejauh mana program perawatan pohon dijalankan. Bila ditemukan kelalaian atau penyalahgunaan anggaran, DPRD harus mengeluarkan rekomendasi sanksi tegas terhadap pejabat yang bertanggung jawab,” lanjut Zuhelmi.
FSPI juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dengan melaporkan lokasi pohon rawan tumbang melalui aplikasi resmi Pemprov DKI Jakarta sebagai bentuk partisipasi publik dalam menjaga keselamatan lingkungan kota.
Di akhir pernyataannya, FSPI menegaskan bahwa langkah antisipatif harus menjadi prioritas utama dalam menghadapi perubahan iklim dan cuaca ekstrem di Jakarta. Pemerintah perlu memperkuat sistem deteksi dini terhadap potensi pohon tumbang, terutama di jalan protokol, kawasan perkantoran, dan permukiman padat penduduk.
“Keselamatan warga Jakarta tidak boleh dikorbankan karena kelalaian dalam pemeliharaan pohon. Ini bukan sekadar peristiwa alam, tetapi cermin lemahnya tata kelola lingkungan perkotaan,” pungkas Zuhelmi Tanjung.***
 
 

 
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 