KabarNusa.com, Denpasar – Lantaran kawasan Perairan Teluk Benoa di Kabupaten Badung, Bali mulai terancam menyusul rencana perubahan Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (SARBAGITA) Wahana Lingkungan (Walhi) menyampaikan surat terbuka ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Surat terbuka sebagai sikap Walhi atas upaya pemerintah melalui Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian yang berupaya melakukan perubahan Perpres Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (SARBAGITA).
Eksekutif Daerah Walhi Bali, Suriadi Darmoko menuturkan, upaya perubahan Perpres 34, difokuskan pada kawasan Teluk Benoa yang di dalamnya disebutkan dengan jelas bahwa daerah tersebut merupakan kawasan konservasi perairan.
“Artinya, kawasan Teluk Benoa merupakan kawasan strategis dari sudut sosial, budaya dan lingkungan,” ucap Darmoko kepada wartawan, Rabu (14/5/2014).
Rencana pemerintah pusat maupun daerah untuk melakukan reklamasi Teluk Benoa menjadi salah satu contoh kasus yang sampai saat ini, telah membuat kehidupan masyarakat sekitar terancam akan bencana ekologis.
Pihaknya meyakini, reklamasi akan berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan hidup di Provinsi Bali.
Dengan luasan mencapai 800 hektar, maka rencana reklamasi bisa akan mengancam sumber-sumber kehidupan sekurang-kurangnya satu juta jiwa penduduk wilayah sekitar Teluk Benua,” papar Darmoko.
Diketahui, pemerintah memiliki beberapa alasan perlunya merevisi Perpres SARBAGITA.
Pertama, adanya usulan dari Pemerintah Kabupaten Badung dan Pemerintah Provinsi Bali.
Kedua, alasan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Ketiga, kondisi Teluk Benoa yang tidak layak disebut sebagai kawasan konservasi.
“Alasan pemerintah tersebut adalah wujud konspirasi pemerintah dengan investor untuk memuluskan rencana reklamasi Teluk Benoa dengan mengaburkan fakta bahwa seharusnya Teluk Benoa tetap dilindungi,” tegasnya.
Darmoko melanjutkan, secara normatif perubahan Perpres SARBAGITA tidak dimungkinkan, karena baru diterbitkan pada tahun 2011.
Jika mengacu Perpres, seharusnya butuh waktu 5 tahun untuk meninjau dan tidak ada satu pasal pun yang membenarkan revisi dilakukan sebelum 5 tahun.
“Upaya ini semakin jelas menunjukkan memang benar selama ini yang menjadi penghalang pemerintah dan investor mereklamasi adalah salah satunya Perpres SARBAGITA, sehingga dengan segala cara pemerintah bermaksud melakukan perubahan perpres tersebut,” tukasnya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Abetnego Tarigan menuturkan, upaya revisi perpres tersebut merupakan langkah mundur pemerintah terhadap penyelamatan lingkungan.
“Upaya revisi Perpres Nomor 45 Tahun 2011 adalah langkah mundur pemerintah dalam komitmennya menyelamatkan lingkungan khususnya di Pulau Bali,” paparnya.
Dia mengkawatirkan, jika Teluk Benoa direklamasi, maka bisa dipastikan bahwa Bali yang selama ini sudah mengalami penurunan kualitas lingkungan seperti krisis air, alih fungsi lahan untuk wisata dan masih banyak lagi akan bertambah rusak. (kto)