Ribuan Pengungsi Eks Gafatar Hadapi Masalah Kependudukan

3 Februari 2016, 19:05 WIB

Kabarnusa.com – Selain harus meninggalkan harta benda mereka di rantau kini ribuan mantan pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang telah direlokasi dari Mempawah Timur, Kalimantan Barat. kembali ke wilayah asal masing-masing menghadapi masalah kependudukan.

“Pemulangan mantan anggota kelompok Gafatar menimbulkan sejumlah persoalan baru. Salah satunya, mereka harus menghadapi permasalahan administrasi kependudukan (Adminduk),” ujar Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Prof. Dr. Muhadjir Darwin Rabu (3/2/2016).

Sebagian besar, mereka telah mencabut status kependudukan di wilayah asal. Tak sedikit telah mengantongi Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang baru di Kalbar.

“Tindakan pemulangan oleh pemerintah kemudian memaksa mereka untuk mengalihkan status kependudukannya lagi,” tuturnya dilansir dalam laman ugm.ac.id
Muhadjir menjelaskan, terlepas dari persoalan ideologi atau kepercayaan, mobilitas warga eks Gafatar merupakan salah satu bentuk migrasi yang menunjukkan betapa kakunya sistem pencatatan KTP di Indonesia.

Sistem KTP di Indonesia dibangun berdasarkan asumsi bahwa penduduk adalah statis.

“Padahal masyarakat kita semakin lama mobilitasnya tinggi,” terangnya.

Dicontohkan, sistem pencatatan identitas penduduk Amerika Serikat yang efektif, efisien, serta mampu mengakomodasi mobilitas penduduknya.

Selama tinggal di Amerika Serikat, identitas seorang warga adalah social security number (SSN), sementara jika orang tersebut bepergian ke luar negeri, maka identitasnya adalah dokumen paspor.
“Tak hanya identitas, SSN juga merupakan bentuk keamanan warga negara secara sosial,” sambungnya.

Menurutnya, mobilitas adalah salah satu bentuk hak hidup.

Karenanya, sistem administrasi penduduk pun perlu dibangun atas dasar pemikiran bahwa penduduk bersifat dinamis, bergerak, memiliki mobilitas, dan tidak stagnan tinggal di satu tempat.

Terkait langkah pemulangan warga eks Gafatar ke daerah asal, dia mengingatkan agar hak mereka sebagai warga negara jangan sampai dihilangkan.

Faktanya, masyarakat eks Gafatar memiliki keyakinan yang berbeda, itu merupakan persoalan yang lain, sehingga penting bagi negara untuk tidak terperangkap pola pikir sektarian yang sempit.
Negara harus berani dan mau untuk memberikan perlindungan kepada semua warga negaranya.

‘Artinya, mereka sebagai warga negara pun wajib untuk tidak menimbulkan kerusakan, tidak melakukan aksi yang merugikan publik, ikut menciptakan suasana yang damai dan tenteram di masyarakat, itu sudah cukup,” tutupnya. (ari)

Berita Lainnya

Terkini