Ubud– Gelaran akbar pameran seni “ROOTS – One Hundred Years of Walter Spies in Bali” resmi dibuka dengan semarak di Museum ARMA Ubud. Pemukulan gong oleh Michael Schindhelm, sang penggagas dan tokoh sentral pameran ini, menandai dimulainya refleksi seabad perjalanan Walter Spies di Pulau Dewata.
Malam pembukaan dimeriahkan oleh penampilan memukau maestro tari dan koreografer Wayan Dibia. Karyanya yang berjudul “Tuan Tepis” seolah menghidupkan kembali sosok pembaharu seni Walter Spies. Wayan Dibia, seorang guru besar ISI Bali sekaligus murid terakhir dari penari legendaris Limbak, berhasil menjiwai karakter Walter Spies melalui topeng kreasinya yang ekspresif.
Untuk mendalami peran penting Walter Spies seabad silam, disuguhkan pertunjukan Tari Kecak yang berkolaborasi apik dengan band Amplytherapy.

Harmonisasi ini menciptakan dialog artistik antara masa lalu dan masa kini Bali, mengingatkan kembali bahwa Kecak merupakan warisan kreasi kolaborasi Walter Spies dan Wayan Limbak yang hingga kini terus memukau wisatawan.
Usai seremoni pembukaan, puluhan penari Kecak mengantarkan para pengunjung memasuki ruang pameran. Begitu pintu terbuka, deretan karya seni memukau tersaji dalam berbagai subtema. Ruang-ruang pameran menghadirkan lukisan, poster, dan instalasi karya seniman kontemporer Made Bayak dan Gus Dark, serta ruang khusus untuk pemutaran film dokumenter karya Michael Schindhelm.
Pameran ROOTS tak sekadar merayakan warisan Walter Spies, namun juga mempertanyakan masa depan Bali. Film dokumenter-fiksi Michael Schindhelm secara gamblang mengungkap bahwa di balik ketenaran Bali yang turut dipopulerkan oleh Spies, tersimpan persoalan serius seperti degradasi sosial, budaya, dan lingkungan akibat pariwisata massal yang tak terkendali.
Persoalan krusial ini direspons tajam oleh Made Bayak dan Gus Dark, dua seniman Bali yang dikenal aktif menyuarakan penyelamatan Pulau Bali melalui karya rupa dan poster yang penuh kesadaran.
Ruang pamer Museum ARMA dirombak total mengikuti alur narasi pameran, terdiri dari lima ruang utama: paradise created, journey of the soul, over mass tourism/family art, living room 1965, dan water religion, ditambah dua ruang gelap untuk pemutaran film.
Michael Schindhelm menyampaikan apresiasi mendalam atas terselenggaranya pameran ROOTS di Bali, yang merupakan kelanjutan dari rangkaian kegiatan serupa di Basel, Swiss, pada tahun 2024. “Saya bangga karena pameran yang melibatkan banyak seniman rupa, tari, musik, dan sastra ini bisa dihadirkan di Bali dan mendapat dukungan berbagai pihak,” ujarnya.
Raphael Suter, Direktur KBH.G, turut menyampaikan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada publik seni dan budaya Bali atas dukungan terhadap pameran ROOTS.
Sambutan hangat juga datang dari Agung Rai, Founder ARMA dan Ketua Walter Spies Society, serta Tjokorda Putra Sukawati, penglingsir Puri Ubud, yang mengapresiasi dedikasi Michael Schindhelm dalam merayakan seabad keberadaan Walter Spies dan mengenang perannya sebagai pembaharu seni dan budaya Bali.
Yudha Bantono, Project Manager pameran ROOTS, mengungkapkan bahwa pameran ini merupakan pekerjaan besar yang menantang sekaligus membanggakan.
“Mulai dari merancang dan mengembangkan konsep, menyiapkan pameran secara menyeluruh, melakukan transformasi total terhadap ruang museum, hingga menghadirkan elemen audio visual serta pemutaran film di berbagai lokasi,” jelas Yudha, yang pengalaman panjangnya di dunia seni, baik kolaborasi dengan seniman maupun keterlibatan dalam berbagai peristiwa seni berskala internasional, menjadikannya mampu mengeksekusi proyek ini dengan gemilang.
Pameran ROOTS di Museum ARMA akan berlangsung hingga 14 Juni 2025. Seiring dengan itu, pemutaran film dokumenter-fiksi ROOTS karya Michael Schindhelm juga akan terus berlanjut di sejumlah lokasi, setelah sebelumnya diputar di Kulidan Kitchen & Space Guwang, Sukawati (21 Mei 2025) dan Danes Art Veranda (22 Mei). Jadwal pemutaran selanjutnya mencakup Taman Baca Kesiman (27 Mei), ISI Bali (28 Mei), Stikom Bali (3 Juni), dan Uma Seminyak (8 Juni 2025). ***