Saat Singapura Bertindak, Indonesia Terlena dalam Bahaya Vape

Tulus Abadi mengingatkan, jika PP 28/2024 dibiarkan mangkrak, impian bonus demografi, generasi emas digaungkan Presiden Prabowo bisa sirna.

20 Agustus 2025, 13:22 WIB

Jakarta – Sebuah paradoks yang menyedihkan. Di satu sisi, negara tetangga kita, Singapura, mengambil langkah berani: melarang total rokok elektrik atau vape.

Perdana Menteri Lawrence Wong Shyun Tsai bahkan dengan tegas menyatakannya setara dengan narkoba dan siap memenjarakan para pelanggarnya. Ini adalah upaya nyata melindungi anak-anak dan remaja mereka dari kecanduan yang mematikan.

Di sisi lain, Indonesia justru terkesan pasif. Data menunjukkan prevalensi pengguna vape melonjak drastis, naik 10 kali lipat dalam kurun waktu singkat. Dari hanya 0,3% pada 2019, angka itu meroket hingga 3% di tahun 2021. Generasi emas yang kita impikan kini berada di ambang bahaya.

Regulasi Mangkrak, Bonus Demografi Terancam Jadi Mitos

Ironi ini semakin dalam karena instrumen hukum yang seharusnya menjadi tameng, yakni Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024 tentang Kesehatan, justru tak kunjung diterapkan.

Padahal, PP ini mengamanatkan pembatasan peredaran, iklan, dan promosi produk rokok, termasuk vape. Namun, hingga kini Kementerian Kesehatan belum juga merampungkan aturan turunannya.

Menurut Tulus Abadi, seorang pegiat perlindungan konsumen, jika PP 28/2024 terus dibiarkan mangkrak, cita-cita bonus demografi dan generasi emas yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo bisa sirna.

Ia menyebutnya sebagai “fenomena amsyiong,” alias mitos yang takkan pernah terwujud.

Sudah saatnya kita bertanya: Sampai kapan kita akan membiarkan generasi muda kita terjerumus dalam bahaya?

“Apakah kita akan terus berdiam diri sementara negara lain berjuang melindungi masa depan mereka? Tindakan nyata harus segera diambil,” demikian Tulus Abadi yang juga Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia. ***

Berita Lainnya

Terkini