“Hal ini tentu menimbulkan kerentanan bahwa dari banyaknya penghapusan, terdapat konten hak-hak digital warga negara yang terlanggar,” Damar Juniarto menambahkan.
Bentuk represi lain terhadap akses ini adalah masih banyaknya gangguan akses Internet di Papua. Selama 2021, setidaknya terjadi 12 kali gangguan akses Internet dengan alasan keamanan ataupun teknis.
Dari sisi kebijakan dan hukum, Indonesia mencatat rekam buruk karena menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2021 meskipun kritik terhadap pelanggaran netralitas jaringan sudah disuarakan sejak peraturan tersebut masih bernama RPP Postelsiar.
Lembaga Siber di Jepang Sebut Kondisi Internet Indonesia Berisiko Tinggi
Selain itu, Mahkamah Konstitusi menolak gugatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan Suara Papua terhadap Pasal 40 UU ITE yang rentan disalahgunakan untuk membatasi akses Internet.
Pada aspek kebebasan berekspresi, laporan menunjukkan bahwa kriminalisasi terhadap ekspresi warga menggunakan media digital juga terus berlanjut.
Sepanjang 2021, setidaknya ada 30 kasus pemidanaan dengan total 38 korban. Jumlah ini menurun hampir separuh dari jumlah korban pada tahun sebelumnya, 84 orang korban.
Antisipasi Kejahatan Cyber, XL Axiata Gelar Risk & Control Forum
“Sejak UU ITE disahkan pada 2008, baru kali ini aktivis menempati peringkat pertama jumlah korban berdasarkan latar belakang, yakni sebanyak 10 orang atau 26,3% dari total korban,” katanya menegaskan.
Pada aspek rasa aman, tahun 2021 juga masih diwarnai dengan maraknya serangan digital terhadap masyarakat sipil, terutama kelompok kritis, seperti jurnalis, aktivis, dan pembela HAM lain.
Dua di antaranya adalah peretasan aktivis antikorupsi pada Mei 2021 serta mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada September 2021. ***