Yogyakarta – Di usianya yang baru menginjak 19 tahun, Sahil Jha, seorang aktivis lingkungan muda asal India, tengah mengayuh impian besar melintasi benua demi masa depan bumi. Bukan sekadar hobi, perjalanannya mengelilingi dunia dengan sepeda adalah sebuah misi krusial: menyelamatkan tanah, jantung kehidupan yang kian terancam.
Saat ini, Sahil tengah singgah di Yogyakarta, kota budaya yang menjadi salah satu persinggahan penting dalam ekspedisinya. Ia memulai petualangannya yang menantang ini pada 21 Maret 2024 dari Bundaberg, Queensland, Australia, menembus berbagai kota besar seperti Brisbane, Sydney, Melbourne, Canberra, hingga Adelaide.
Dari Negeri Kanguru, ia melanjutkan perjalanan ke Indonesia, menjejakkan roda di Bali, Banyuwangi, Jember, Surabaya, dan kini di Kota Pelajar.
“Tujuan saya sederhana,” ungkap Sahil dengan sorot mata penuh semangat kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat (14/6/2025).
“Dengan bersepeda ini, saya ingin menyelamatkan tanah, terutama meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah pertanian di seluruh dunia setidaknya 3 hingga 6 persen.
Krisis degradasi tanah bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal masa depan pangan kita dan keanekaragaman hayati yang semakin terancam.”
Sahil menyuarakan keprihatinannya yang mendalam akan kurangnya kesadaran global terhadap ancaman serius ini.
“Setiap hari kita kehilangan tanah subur karena penggundulan hutan, urbanisasi yang tak terkontrol, dan praktik pertanian yang merusak. Kita perlu bertindak sekarang, sebelum terlambat!” tegasnya, menekankan betapa krusialnya upaya ini demi memastikan generasi mendatang tetap memiliki akses pangan yang sehat.
Ia menambahkan, “Tanah di bumi ini saat ini sedang berada dalam kondisi kritis. Jika tidak ada kesadaran dan kebijakan nyata, tanah akan kehilangan unsur organiknya, menjadi gersang, dan tidak mampu menopang pertanian.
Ini akan berdampak pada ketahanan pangan, ketersediaan air, dan memperparah perubahan iklim.”
Dari Jalanan ke Kebijakan
Dalam setiap negara yang disinggahinya, Sahil tak hanya mengayuh sepeda, tetapi juga mengayuh dialog.
Ia berusaha keras bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan: dari pelajar, akademisi, hingga pejabat pemerintah. Ia menyoroti minimnya regulasi yang melindungi kesuburan tanah di banyak negara.
“Untuk menciptakan kebijakan yang melindungi tanah, kita perlu menciptakan kesadaran besar-besaran. Itulah mengapa saya menggunakan sepeda sebagai media,” ujarnya.
“Ini tentang membangun koneksi manusiawi, menyapa orang-orang, dan mengajak mereka ikut serta.”
Di Indonesia, sambutan hangat mengiringi setiap kayuhan pedal Sahil.
Sebelum berlabuh di Yogyakarta, ia telah menyambangi Bali, Jember, Surabaya, dan Ngawi. Setelah Yogyakarta, perjalanannya akan berlanjut ke Semarang, Cirebon, Purwakarta, dan Jakarta, sebelum melanjutkan ekspedisi globalnya ke Singapura, Malaysia, Eropa, Inggris, dan Amerika.
Yogyakarta menjadi salah satu titik terang dalam perjalanannya. Ia disambut berbagai komunitas, termasuk universitas dan sekolah. Salah satu bentuk dukungan monumental datang dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan gerakan Save Soil yang digagas Sahil.
“Saya sangat terinspirasi dengan sambutan di Indonesia,” ucap Sahil dengan wajah berbinar. “Dari semua negara yang saya kunjungi, mulai dari India, Australia, Selandia Baru, di Indonesia ini adalah yang paling ramah. Respons masyarakat, pelajar, dan akademisi sangat luar biasa.”
Jejak Inspirasi dan Pesan untuk Dunia
Menariknya, perjalanan spiritual dan aktivisme Sahil terinspirasi dari Sadhguru, tokoh spiritual asal India yang pernah menempuh perjalanan serupa dengan sepeda motor dari London ke India di usia 65 tahun.
Terpanggil oleh jejak tersebut, Sahil memilih sepeda sebagai kendaraannya, sebuah dedikasi dan kepedulian yang lebih mendalam terhadap bumi.
Sebelum melanjutkan perjalanannya yang diperkirakan akan menempuh total 15.000 kilometer dalam waktu sekitar 14 bulan, Sahil menitipkan pesan penting.
“Kepada pemerintah di berbagai negara, saya berikan satu pesan penting: buatlah kebijakan yang mendorong peningkatan bahan organik tanah. Ini akan menjadi investasi jangka panjang yang tidak hanya menguntungkan petani, tapi juga negara dan seluruh umat manusia,” pesannya penuh harap.
Sahil dijadwalkan berada di Indonesia selama sekitar 20 hari, hingga perjalanannya berakhir di Jakarta. Misinya terus bergulir, satu pedal demi satu perubahan, demi planet yang lebih sehat untuk kita semua.***