Sambut 2026: Pemda DIY Ajak Rayakan Malam Tahun Baru dengan Empati dan Doa

Pemda DIY mengajak warga untuk menyongsong tahun 2026 dengan semangat kesederhanaan dan kepedulian sosial.

26 Desember 2025, 00:05 WIB

Yogyakarta– Menjelang pergantian tahun, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membawa pesan kesejukan bagi seluruh masyarakat. Alih-alih pesta pora yang berlebihan, warga diajak untuk menyongsong tahun 2026 dengan semangat kesederhanaan dan kepedulian sosial.

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, menyampaikan meskipun tidak ada larangan resmi terkait perayaan, kebijakan “bijak merayakan” menjadi kunci utama.

Hal ini merujuk pada arahan Sri Sultan Hamengku Buwono X (Ngarsa Dalem) yang menitikberatkan pada kearifan lokal dan empati.

Di tengah sukacita menyambut tahun baru, Ni Made mengingatkan, saudara sebangsa di wilayah lain, khususnya di Sumatera, masih berjuang bangkit dari duka akibat bencana banjir bandang.

“Diharapkan ada sedikit rasa empati bagi saudara-saudara kita yang masih mengalami musibah luar biasa. Proses pemulihan mereka tidaklah singkat,” ujar Ni Made Dwipanti Indrayanti di Kompleks Kepatihan, 23 Desember 2025.

Ia menyarankan agar energi selebrasi dialihkan menjadi kegiatan yang lebih menyentuh batin, seperti doa bersama.

Menurutnya, doa adalah modal kekuatan yang jauh lebih berharga untuk melangkah dengan optimisme di tahun depan.

Berdasarkan hasil forum Sekda se-DIY, pemerintah kabupaten dan kota telah bersepakat untuk:

Meniadakan perayaan terpusat: Tidak akan ada panggung besar atau pesta kembang api raksasa yang diinisiasi pemerintah.

Skala kecil & bijak: Aktivitas masyarakat tetap diperbolehkan selama dilakukan secara terbatas dan tidak berlebihan.

Kepatuhan Aturan: Terkait penggunaan kembang api oleh pihak swasta, Pemda DIY menegaskan bahwa kewenangan izin sepenuhnya berada di tangan kepolisian (Polda DIY), yang sebelumnya telah mengimbau untuk tidak memberikan izin keramaian serupa.

Menanggapi pertanyaan mengenai Surat Edaran (SE) larangan, Ni Made menjelaskan bahwa pemerintah lebih memilih pendekatan persuasif daripada sekadar produk hukum formal tanpa sanksi.

“Kalau melarang itu susah, harus ada dasar hukum dan sanksi. Namun, mari kita ikuti imbauan ini dengan kesadaran bersama demi kenyamanan Yogyakarta,” pungkasnya.***

Berita Lainnya

Terkini