Sambut HTTS, The Union Advokasi Pelarangan Rokok Elektrik dan Produk Tembakau

28 Mei 2020, 17:09 WIB
HTTS
ilustrasi/net

Jakarta – Momentum Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) Sedunia menjadi momentum penting bagi The International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union) untuk melakukan advokasi publik terkait Pelarangan Penjualan Rokok Elektrik dan Produk Tembakau yang Dipanaskan (HTPs) di Negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah.

Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun ini jatuh pada Minggu 31 Mei. Negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah (LMICs), merupakan rumah bagi lebih dari 80 persen perokok dunia.

Dalam rilis The Union, menyerukan pelarangan adalah yang terbaik, Negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah harus melarang penjualan rokok elektrik dan Heated Tobacco Products (HPTs) atau produk tembakau yang dipanaskan, untuk benar-benar mengendalikan rokok’.

The Union merilis karena tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia menyorot industri rokok yang menargetkan anak-anak muda sebagai generasi baru untuk mengkonsumsi rokok dan produk tembakau baru dan tantangan bagi sistem kesehatan di Negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah akan semakin tambah berat karena pandemi COVID-19.

Dalam kertas posisi The Union, menganalisis bukti ilmiah yang merekam dampak kesehatan dari produk nikotin baru dan peringatan yang dibutuhkan pemerintah untuk lebih berhati-hati terhadap insentif komersial yang mendorong produsen produk tembakau baru untuk menarik konsumen baru dan mengembangkan pasar nikotin di negara mereka.

“Sebagian besar Negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah masih harus berhadapan dengan epidemi rokok yang sangat serius,” ungkap Direktur Pengendalian Tembakau The Union Dr Gan Quan dalam rilisnya.

Memperkenalkan produk baru dengan tingkat adiksi tinggi ke lingkungan seperti ini akan mempersulit pemerintah, menekan sistem kesehatan yang sudah terbebani, dan mengalihkan fokus dari pelaksanaan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan langkah-langkah MPOWER dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Rokok elektrik dan Heated Tobacco Products (HPTs) atau produk tembakau yang dipanaskan merupakan bisnis yang sangat menguntungkan. Industri ini menghasilkan 15 miliar dolar Amerika pada tahun 2018, dan diperkirakan akan menghasilkan hampir 18 miliar dolar Amerika pada tahun 2021.

Pada laporan epidemi rokok tahun 2019, WHO mencatat, tidak ada bukti cukup untuk mendukung penggunaan (rokok elektrik) sebagai intervensi di tingkat populasi untuk membantu masyarakat berhenti mengkonsumsi rokok konvensional” begitu juga laporan itu menyebut bahwa produk-produk ini “berbahaya.”

Saat ini, diskursus dampak kesehatan masyarakat tentang rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan terbatas dan terfokus pada negara-negara berpenghasilan tinggi.

‘Dimana Pelarangan adalah Yang Terbaik’ dengan memperluas narasinya dan menekankan bahwa kebijakan terhadap produk nikotin baru harus kontekstual.

Di Negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah, ketersediaan produk baru ini sangat cepat dan akan menyebabkan dampak merusak, terutama pada anak muda.

Negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah semenjak dulu adalah area bermain perusahaan rokok besar dan saat ini merupakan rumah bagi 80 persen perokok dunia.

Indonesia, mengalami kemajuan dalam upaya pengendalian rokok beberapa tahun terakhir. Meski begitu, setiap tahun lebih dari 225.700 warganya meninggal karena penyakit yang disebabkan oleh rokok.

Lebih dari 469.000 anak-anak (10-14 tahun) dan 64.027.000 orang dewasa (usia 15+) tetap merokok setiap harinya. Industri rokok secara aktif terus mencari strategi baru.

Contohnya pada tahun 2019, PMI memperkenalkan merek rokok baru dengan kadar tar nikotin tinggi secara nasional dan mengiklankannya di televisi dan papan reklame di seantero negeri.

Rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan adalah bukti langkah kampanye yang agresif.

Senada dengan itu Wakil Direktur The Union untuk Asia Pasifik Dr. Tara Singh Bam menambahkan, data pengguna rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan terus meningkat.

“Namun fakta yang kita ketahui menunjukkan adanya epidemi baru yang meningkat dan anak-anak muda menjadi targetnya,” urai Tara.

Dengan banyaknya peringatan ini, The Union percaya bahwa pembuat kebijakan harus menggunakan prinsip pencegahan yang memaksa adanya aksi kongkrit. Artinya Negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah, perlu melarang peredaran rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan.”

Di Indonesia, The Union bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI, Pemerintah Daerah dan organisasi profesional yang secara resmi mendukung pelarangan rokok elektrik dan produk tembakau yang di panaskan.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI dr. Cut Putri Arianie, MH.Kes, mengatakan merokok, baik rokok biasa maupun rokok elektrik tetap berbahaya bagi kesehatan.

Berdasarkan banyak bukti yang muncul baik di Indonesia maupun di banyak negara lain, terbukti bahwa perokok yang terinfeksi COVID-19 mengalami perburukan kondisi.

Anak-anak dan remaja cenderung mencoba rokok elektrik karena iklan di media sosial, akses yang mudah, dan tersedianya berbagai macam pilihan produk. Ini (rokok elektrik) adalah ancaman baru bagi generasi muda.

“Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk memajukan pengendalian tembakau termasuk melarang peredaran rokok elektrik,” tegas Arianie.

Walikota Bogor dan ketua APCAT Dr. Bima Arya Sugiarto juga mendorong masyarakat untuk berhenti merokok dengan mengakses Quitline bebas pulsa 0800- 17-6565.

Apalagi, penjualan alat vaping meningkat seiring meningkatnya jumlah anak muda yang merokok, vaping di kalangan pemuda yang tidak merokok dapat menjadi pintu gerbang ke rokok konvensional”Assoc.

Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Wawan Gunawan Abdul Wakhid, mengajak semua orang untuk berhenti merokok dan menghindari segala bentuk penggunaan tembakau untuk membangun masyarakat Indonesia yang sehat.

“Saya menyambut baik dan mendukung pernyataan The Union untuk melarang rokok elektrik dan produk tembakau yang di panaskan,” katanya menegaskan.

Ketua PP Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr. Ede Surya Dharmawan, mengatakan, IAKMI melihat rokok elektrik sebagai produk tembakau yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

“Penggunaan tembakau dan berbagai turunannya termasuk rokok elektrik harus dihilangkan jika memungkinkan,” tandas Surya. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini