Sastrawan Wayan Jengki Sebut Tukad Ayung Jadi Pertapaan Investor

27 Agustus 2016, 17:43 WIB

DENPASAR  – Sastrawan muda Bali Wayan Jengki dalam sebuah forum dialog melontarkan kritik terhadap arah pembangunan Bali yang tidak berpijak pada peradaban budaya seperti Tukad Ayung yang disebutnya kini menjadi pertapaan para investor.

Jengki menyampaikan pandanganya itu. dalam Dialog Budaya Sanur Village Festival pada Jumat di Grya Santrian Gallery Sanur, 26 Agustus 2016.

Forum diskusi secara keseluruhan ingin menjaga kedaulatan budaya yang selama ini membentengi Sanur dalam peradaban waktu.

Menurut Jengki, menanggapi perubahan peradaban budaya seperti dari Sungai Ayung sebagai tempat pertapaan telah menjadi tempat pertapaan para investor.

Mereka para investor telah menempatkan bisnis pariwisata demi alasan pembangunan mendongkrak pendapatan.

“Sungai Ayung sudah berubah oleh hotel, vila, maupun restaurant, bersolek melunturkan identitas spiritualitas yang melekat di dalamnya,” kritik Jengki.

Beberapa audience yang lain juga menyoroti bagaimana konkritnya menjaga Sanur dalam kekinian, melihat sejarah peradaban dan perjalanannya memang sangat penting bagi kedaulatan budaya Bali.

Sementara Wayan Westa, lebih menarik ke belakang, bagaimana ingatan kebudayaan peradaban air dari Tukad Ayung, sampai Pantai Sanur sebagai basis kekuatan kedaulatan budaya.

“Dari pusat pertapaan sampai tempat spiritual bisa dijadikan basis kuat sebagai kedaulatan budaya, tambah Westa.

Tanggapan menarik dari budayawan Putu Suasta yang mempertanyakan sekaligus mempertegas perubahan arus deras pariwisata akibat perubahan peradaban air ke peradaban jalan yang berpusat di airport.

Demikian juga, seniman Ida Bagus Sutama, yang akedemisi dari Sanur bahwa kedaulatan budaya dengan mengedepankan Tri Hita Karana harus dilakukan sebagai payung di atas kerangka hukum atau harga mati.

Pembicara lainnya, Jean Couteau mengangkat pentingnya momori kultural sebagai bentuk kesadaran dalam melihat kekinian.

“Melalui memori kultural menurut Jean dapat dijadikan pengingat betapa penting meletakkan posisi Sanur yang dahulu sebagai pusat peradaban budaya,” tandasnya.

Segala bentuk  dan arah laju kapitalisme yang ingin masuk dengan rencananya, minimal akan tersaring kalau budayanya sudah berdaulat.

Penguatan memori kultural dengan segala bentuknya seperti melihat diri ke dalam, mempertahankan warisan budaya yang ada, serta terus menjaga dan merawatnya. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini