Kabarnusa.com –
Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) melakukan aksi Aliansi Tarik
Mandat dalam mengkritisi satu tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf
Kalla.
Ketua Umum Pimpinan Pusat GPII, Karman BM menyatakan,
kedatangannya bersama massa aksi Aliansi Tarik Mandat di depan Gedung
DPR/MPR Jakarta 20 Oktober lalu, untuk meminta DPR/MPR melakukan sidang
istimewa mengembalikan pemberlakuan UUD 45 sebelum amandemen.
“Kita
hadir di gedung DPR/MPR ini dalam rangka meminta komitmen dan mendorong
DPR/MPR untuk segera bersidang istimewa mengembalikan UUD 45. Karena
amandemen empat kali itu telah membuat hidup kita menjadi liberalistik,”
tukasnya dalam siaran pers diterima Kabarnusa.com Rabu (21/10/2015).
Di
depan Fahri Hamzah, Ia juga menyatakan reformasi 17 tahun lalu harus
dikritik dan dievaluasi dan perlu diadakan reformasi kembali.
“Kita
meminta rekomitmen / komitmen kembali Bang Fahri Hamzah selaku tokoh
reformasi, untuk sama-sama kita evaluasi perjalanan reformasi,” tegasnya
lagi.
Karena reformasi lahirkan UUD amandemen, amandemen UUD
jadikan kita liberalistik, maka lahirlah pemimpin yang lemah
manajerialnya dan tidak independent juga tidak punya konsep”
Ia mengakhiri pidatonya dengan mengutif kaidah ushul fiqh.
“Tagayirul
ahkam bi tagayyirul zaman wal makan” jika sistem itu lebih mudhorat
dari maslahatnya, maka kita harus menggantinya” tuturnya.
Menanggapi aksi GPII, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyarankan mahasiswa untuk tetap mengawal sistem hasil reformasi.
Dia
masih belum percaya, permasalahan kita adalah karena sistem. Fahri
masih percaya situasi sekarang ini disebabkan karena presiden dan tim
yang dibentuk presiden.
“Memang seringkali kesalahan
demokrasi adalah melahirkan pemimpin yang tidak kita harapkan. Seperti
sekarang adalah kekusaan yang lemah,” katanya.
Ia mengingatkan supaya mahasiswa sabar, jika ingin lengserkan presiden untuk mengikuti aturan main yang ada.
“Tidak
ada jalan pintas dalam demokrasi. Presiden atau Wakil Presiden jika
bersalah bisa diproses pansus DPR, lalu ke mahkamah Konstitusi,
kemudian ke MPR, jika ia bersalah baru bisa diimpeach.
” Saudara-saudara jangan sampai menitiskan darah untuk yang tidak penting. Kita harus sabar dalam proses ini”, tegas Fahri. (ari)