Oleh Mangku Suteja
Nama Achyarya Agni Yogananda yang sewaktu walaka bernama Putu Alit Bagiasna, lumayan ‘’moncer’’ di seputar Reklamasi dan Kawasan Suci Teluk Benoa. Yang paling menghebohkan, pernyataannya yang paling mutakhir, dimana dia menyebut Pasamuhan Sabha Pandita 9 April 2016 lalu tidak ada memutuskan Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci.
Achyarya menyebut, menurut rekomendasi Tim 9 Sulinggih, yang disebut adalah ‘’ada kawasan suci’’ dan ‘’tempat suci’’ di Teluk Benoa, seperti dilansir ketika mempermasalahkan Keputusan Kawasan Suci Teluk Benoa, dalam konsep yang sebelumnya dikerjakan Sabha Walaka.
Terasa seperti bermaksud ‘’mengecilkan’’ hasil pemetaan Tim Planologi UNHI-ForBali yang menginventarisasi 70 titik suci, Achyarya lalu berkata, bahwa hanya sekali datang dan wawancara dengan Pemangku, beliau mengetahui ada ‘’500 titik suci di Kawasan Teluk Benoa.’’
Dengan argumen tersebut, secara tanpa sadar, Achyarya Yogananda telah memperkuat Keputusan bahwa Teluk Benoa adalah Kawasan Suci. Tapi, mengapa Achyarya justru sangat aktif melakukan langkah sebaliknya, cenderung menegasikan Keputusan tentang Kawasan Suci Teluk Benoa?
Upaya menegasikan itu nampak jelas dengan konsep ‘’KSPN dan Kawasan Teluk Benoa’’ tanpa kata ‘’suci’’, yang lalu secara ‘’door to door’’ dibawa ke beberapa Wakil Dharma Adyaksa untuk ditandatangani.
Menurut informasi dari sumber yang dekat dengan para Pandita tersebut, beberapa Sabha Pandita ‘’terlanjur’’ tandatangan, karena berbagai alasan. Ada yang menyatakan ‘’tidak membaca konsep yang dibawa Acharya Yogananda dan Rsi Agni Jayamukti’’, ada yang terprovokasi karena Achyarya Yogananda menyebut bahwa Sabha Walaka membuat Keputusan Tolak Reklamasi yang tidak diputuskan dalam Pasamuhan Sabha Pandita, bahkan informasi lain yang menyebut Sabha Walaka ‘’memecat’’ Achyarya Yogananda sebagai Sabha Pandita.
Padahal, tidak pernah ada pemecatan dan itu bukan kewenangan Sabha Walaka, yang diatur dalam Anggaran Dasar Parisada yang saya pelajari. Pemberhentian Sabha Pandita adalah kewenangan Pasamuhan Sabha Pandita.
Dalam forum resmi Pasamuhan Sabha Pandita, 9 April 2016 lalu, Achyarya Yogananda yang sangat aktif berbicara, bahkan sempat melontarkan ancaman, melaporkan ke polisi pihak yang dinilai menghina dan menghujat Pandita tertentu di Sabha Pandita. Kata beliau, masalahnya sudah didiskusikan dengan unit ‘’cybercrime’’ Polda Bali, identitas terduga pelaku sudah diketahui dan pasti akan dilaporkan kalau hal itu dipandang perlu dan terpaksa harus dilakukan.
Ancaman melaporkan ke polisi, apakah tepat dilontarkan di forum Pasamuhan Sabha Pandita, apalagi dilakukan oleh seorang Pandita. Para Pandita umumnya menahan diri dan tidak masuk pada tema ancaman untuk melaporkan ke polisi tersebut.
Banyak yang setuju dengan Dharma Adhyaksa, Ida Pedande Gde Sebali Tianyar Arimbawa yang menyatakan, Sulinggih tidak tepat lagi berperkara dengan umat. Kalau benar ada penghinaan atau hujatan,
Sulinggih harus tersenyum dan berusaha menyadarkan dan membina mereka yang dikuasai kemarahan. Bahkan, mau dibunuh pun kita, ujar Ida Pedande Sebali, tidak boleh mempengaruhi rasa kasih seorang yang sudah Sulinggih kepada umatnya.
Apakah karena didalam ‘’bawah-sadar’’ Ide Achyarya Agni Yogananda sebenarnya menyala api cinta kasih kepada umat, ketika beliau berdebat dengan kelompok penolak reklamasi yang mendasarkan penolakannya antara lain pada konsep Kawasan Suci dan 70 titik suci di Teluk Benoa, Acharya lalu menyebut ada 500 titik suci, yang notabena memperkuat konsep Kawasan Suci Teluk Benoa?
Perdebatan ini adalah sebuah proses, sesuatu yang harus membuat kita bersyukur, karena seseorang yang sudah Pandita pun berkenan untuk ‘’berdebat’’ dengan walaka, dan proses perdebatan ini menuntun kita dalam konsep yang justru menguatkan keyakinan akan Kawasan Suci Teluk Benoa.
Penulis adalah Ketua Ikatan Suka Duka Pekerja Hindu Indonesia