Jakarta — Direktur Eksekutif Sentra Keadilan dan Ketahanan (Sekata) Institute, Andri Frediansyah, menyoroti kebijakan penangguhan penahanan terhadap mahasiswi ITB yang menjadi tersangka kasus unggahan meme tidak bermoral yang menghina Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Andri, keputusan tersebut jangan sampai menjadi preseden buruk yang melemahkan penegakan hukum dan kewibawaan simbol negara.
“Kita tidak sedang bicara soal perasaan pribadi Presiden, tapi soal wibawa simbol negara. Jangan sampai penangguhan ini dimaknai bahwa siapa pun bebas menghina Presiden tanpa konsekuensi hukum yang tegas”, tegas Andri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/5).
Ia menilai bahwa meskipun penangguhan penahanan adalah hak hukum yang diatur UU, namun aparat penegak hukum harus memastikan bahwa proses hukum tetap berjalan secara adil dan memberikan efek jera, terutama ketika penghinaan tersebut bersifat terbuka dan masih beredar luas di media sosial.
“Meme penghinaan itu masih bisa ditemukan dengan mudah. Artinya, dampak negatif terhadap kewibawaan kepala negara dan institusi kepresidenan belum berakhir. Ini bukan sekadar soal individu, tapi soal menjaga marwah negara”, ujar Andri.
Sekata Institute menegaskan pentingnya konsistensi dalam penegakan hukum, terutama untuk kasus-kasus yang melibatkan penghinaan terhadap simbol negara.
“Bila dibiarkan longgar, dikhawatirkan akan muncul anggapan publik bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas atau kepada kelompok tertentu”, tandasnya.
Andri pun mengajak semua pihak, khususnya kalangan muda dan akademisi, untuk menggunakan kebebasan berekspresi secara bertanggung jawab.
“Kebebasan berekspresi bukan berarti bebas menghina. Demokrasi yang sehat menuntut etika dan penghormatan terhadap lembaga negara”, pungkasnya.