Yogyakarta – Senin, 14 Juli 2025, menjadi saksi dimulainya Sekolah Rakyat (SR) Menengah Atas 19 di Jalan Kesejahteraan, Sonosewu, Bantul, dan juga SR di Purwomartani, Kalasan, Sleman.
Bukan sekadar sekolah biasa, kedua institusi ini hadir sebagai mercusuar harapan, dirancang khusus untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan berasrama yang berfokus pada pembentukan karakter dan keterampilan hidup.
Pembukaan diawali dengan suasana penuh semangat, di mana para siswa baru menjalani tes kesehatan komprehensif dan pengenalan lingkungan sekolah. Ini bukan sekadar formalitas, melainkan langkah awal menuju transformasi diri mereka.
Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih, dengan antusias menyampaikan bahwa SR 19 siap menampung 200 siswa, sementara SR Purwomartani akan membina 75 siswa. Program ini bukan hanya tentang transfer ilmu, melainkan investasi jangka panjang pada kemanusiaan.
“Karena anak-anak ini mayoritas dari keluarga kurang mampu. Di sini mereka dikenalkan lingkungan baru, teman, guru, pengasuh, dan budaya disiplin. Ini semua bagian dari pendidikan karakter, bukan sekadar orientasi,” tegas Endang, saat ditemui di SR 19 DIY.
Ia menambahkan bahwa dua bulan pertama akan menjadi Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang intensif, difokuskan pada pembentukan karakter, disiplin, dan adaptasi.
Jangan bayangkan pendekatan militeristik, justru sebaliknya, ini adalah pendekatan holistik untuk membangun fondasi mental yang kuat.
Menariknya, tes kesehatan yang meliputi cek fisik, gula darah, hingga lari 1,6 km bukanlah ajang seleksi. Endang dengan tegas menyatakan,
“Tes kesehatan ini bukan untuk menggugurkan. Semua anak diterima. Tes ini kita hanya ingin mengetahui kondisi awal mereka agar bisa didampingi secara tepat selama bersekolah di sini.” Ini adalah bukti nyata komitmen pemerintah untuk mendampingi setiap siswa dari awal hingga akhir, memastikan mereka tumbuh sehat dan berdaya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SR 19 DIY, Agus Ristanto, menekankan bahwa pada hari pertama ini belum dilakukan pembelajaran. Namun, semua siswa diharapkan sudah bisa menginap di asrama yang telah disediakan.
Ia sendiri nanti membackup untuk membersamai mereka untuk bermalam di sini, karena kita masih kekurangan wali asuh, idealnya 20 tapi baru ada 9.
“Nanti dilihat dari hasil cek kesehatannya yang harapan saya pribadi itu bisa 100 persen nginap di sini. Insyaallah makanan disediakan tiga kali sehari dengan dua kali snack,” ujar Agus.
Agus juga menyebut, setiap siswa akan difasilitasi kebutuhan pokok, mulai dari pakaian, makanan, peralatan sekolah, hingga alat digital seperti tablet atau laptop. Pemerintah melalui APBN mengalokasikan anggaran sekitar Rp48,2 juta per siswa per tahun.
“Segala kebutuhan siswa, dari ujung rambut sampai ujung kaki, ditanggung negara,” jelasnya.
Adapun kurikulum yang diterapkan, kata Agus, merupakan gabungan kurikulum nasional dengan muatan lokal khas Sekolah Rakyat. Pendidikan karakter menjadi fokus utama selain pembelajaran reguler.
“Kurikulumnya InsyaAllah sudah siap, yakni pakai kurikulum perpaduan, kurikulum sekolah rakyat (kurikulum muatan karakter). Kami berkiblat juga dengan kurikulum nasional, kurikulum yang dari Kemdikdasmen,” pungkas Agus.
Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Gubernur DIY
di bidang Sosial, Budaya, dan Kemasyarakatan, Didik Wardaya mengatakan, Pemda DIY mendukung penuh program ini meskipun inisiasinya dari pemerintah pusat.
“Karena SR ini sifatnya transisi, maka kita sedang dalam rangka menyiapkan area yang untuk permanentnya dan mudah – mudahan kita segera dapatkan itu. Lokasi permanennya di Moyudan. Nantinya akan dibangun oleh Kementerian PUPR sebagai sekolah percontohan sesuai visi presiden,” ungkap Didik.
Sebagai program unggulan, ujar Didik, Sekolah Rakyat SMA 19 ini diharapkan mampu membentuk generasi tangguh dan mandiri.
“Mereka boleh miskin secara ekonomi, tapi nanti harus kaya secara mental dan karakter,” pungkas Didik. ***