Seni dan Penyembuhan: Tribute untuk Made Wianta di Bali International Hospital Sanur

Bali International Hospital Sanur menghadirkan seni dan nilai budaya sebagai bagian dari lingkungan penyembuhan yang menenangkan.

27 September 2025, 08:26 WIB

DenpasarBali International Hospital (BIH) Sanur menggelar acara pameran dan talkshow bertajuk ‘Journey of Light: Tribute to Made Wianta.’

Acara yang dikemas dalam suasana persahabatan itu dimaksudkan untuk mengenang dan memberi penghormatan kepada maestro seni rupa Made Wianta (1949-2020).

Chief Commercial & Operations Officer BIH Dr. Noel Yeo, MBA, PBM mengatakan pentingnya keterkaitan budaya dengan penyembuhan holistik.

Dr. Noel menjelaskan BIH menghadirkan seni dan nilai budaya sebagai bagian dari lingkungan penyembuhan yang menenangkan.

“Inisiatif ini bukan hanya bentuk penghormatan pada kejeniusaan artistik Made Wianta, tetapi juga komitmen BIH menjadikan Bali sebagai elemen penting dalam kesejahteraan dan proses pemulihan pasien,” kata Dr. Noel dalam sambutan pembuka Jumat, 26 September 2025 di Auditorium Lantai 2 BIH Sanur.

Acara ini dihadiri pecinta seni, kolektor, pengamat, kurator, pemilik galeri, dan sahabat almarhum Made Wianta. Tampak di antaranya kolektor Daniel Jusuf yang memberikan dukungan acara ini melalui G3N Project bersama Keluarga Made Wianta.

Diawali dengan talkshow, dirangkai acara berikutnya yakni menyaksikan pameran karya Made Wianta serta mengenal lebih dekat fasilitas rumah sakit internasional ini.

Talkshow ‘Journey of Light: Tribute to Made Wianta’ di Bali International Hospital Sanur. (Facebook IB Putra Adnyana)

Dalam sesi talkshow, budayawan Jean Couteau menggambarkan Made Wianta sebagai sosok ‘yang selalu meledak dengan energi grafis, namun tetap berakar pada filosofi Bali yang dalam.’

“Wianta berani menantang batas tradisi dan modernitas, menciptakan bahasa visual yang orisinal sekaligus global,” kata Jean Couteau yang juga sahabat Made Wianta.

Seniman Heri Dono menambahkan bahwa Made Wianta membuka jalan bagi perkembangan seni pertunjukan di Indonesia, seraya menyebut setiap karyanya memiliki ‘kesadaran sentuhan’ yang memberi jiwa pada garis dan warna.

Sementara itu, penulis yang juga dosen ISI Bali Savitri Sastrawan menekankan pentingnya tonggak perjalanan seni Made Wianta, khususnya partisipasinya di Venice Biennale, sekaligus menyoroti simbol ‘titik’ yang kerap muncul sebagai lambang awal, pertemuan, dan transformasi.

Beberapa karya ikonik yang ditampilkan di BIH antara lain ‘The Symphony of Calligraphy’ (2011), lukisan berukuran besar yang menghadirkan keindahan huruf kaligrafi seperti alunan simfoni penuh harmoni dan sukacita.

Karya lainnya seperti ‘Happiness Calendar’, ‘Colorish Pathway’, ‘Moonlight’, dan ‘Prosperity Calendar’ memperlihatkan optimisme, spiritualitas, serta refleksi Wianta atas perjalanan hidup manusia.

Selama beberapa bulan ke depan, publik dapat menikmati karya-karya monumental Wianta yang dipamerkan di Lobby Lantai 2 BIH.

Pameran ini tidak hanya memberi kesempatan untuk mendekatkan diri dengan warisan maestro seni rupa kontemporer Bali, tetapi juga memperkenalkan BIH sebagai rumah sakit berkelas dunia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur yang mengusung konsep wisata medis.

‘Journey of Light: Tribute to Made Wianta’ menjadi perayaan yang menegaskan keterkaitan seni, masyarakat, dan penyembuhan, sekaligus penghormatan terhadap perjalanan panjang seorang seniman besar Bali di panggung dunia.

Made Wianta dikenal sebagai salah satu tokoh seni rupa modern Indonesia. Lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini sempat melanjutkan studi di Brussels, Belgia, pada 1976, dan sejak itu aktif berpameran di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Prancis, Belanda, Italia, Singapura, hingga Jepang.

Puncak pencapaiannya ketika ia tampil di Venice Biennale 2003 yang menyajikan karya ‘Dreamland’ sebagai respons atas tragedi kemanusiaan bom Bali.

Salah satu karya Made Wianta yang dipamerkan di Bali International Hospital Sanur. (IST)

Selain itu, pameran tunggalnya di Mike Weiss Gallery, New York pada 2005 makin meneguhkan posisinya di panggung seni internasional.

Sepanjang hidupnya, Made Wianta telah menghasilkan ribuan karya—mulai dari sketsa, grafis, lukisan, patung, instalasi, hingga puisi visual.

Ia bereksperimen dengan titik-titik warna, kontur linear, dan bidang datar, lalu berkembang ke konstruksi geometris yang berpadu dengan sapuan kaligrafi spontan.

Tak hanya melukis, ia juga menciptakan instalasi dan performance art sebagai refleksi kegelisahan sosial-budaya.

Salah satunya ‘Art and Peace’ (1999) yang menampilkan parade 2.000 meter kain bertuliskan kata-kata mutiara dan jargon tentang seni dan perdamaian dari tokoh dunia.

Made Wianta melibatkan 2.000 penari dan 2 helikopter dalam happening art yang menyikapi represi dan kekerasan yang terjadi di Tanah Air pada masa peralihan Orde Baru ke Era Reformasi.

Made Wianta juga dikenal sebagai intelektual yang gemar membaca filsafat, dari Buddhisme hingga Nietzsche, pandangan estetikanya banyak dipengaruhi pemikiran filosofis maupun akar tradisi agraris Bali.

Perjalanan panjangnya terdokumentasi dalam buku Made Wianta (1990), Made Wianta: Universal Balinese Artist (1999), Made Wianta: Art and Peace (2000), hingga Wild Dogs in Bali: The Art of Made Wianta (2005) serta sejumlah antologi puisi. ***

Berita Lainnya

Terkini