![]() |
Siswa SD Muhammadiyah 2 Denpasar berpose dengan medali yang diraih didampingi Pembina Robotik |
Kabarnusa.com – Prestasi ditorehkan siswa SD Muhammadiyah 2 Denpasar, Bali dengan memboyomng medali emas pada olimpiade robot internasional 2014 di Malaysia.
Acara digelar di Johor Baru Malaysia itu, empat medali berhasil diraih mereka terdiri dari emas, perak dan perunggu.
Rinciannya, kategori robot soccer dengan raihan medali emas oleh Wildan dan Naufal Mochtar, aerial robol dengan raihan perak oleh Aqsa.
Sedangkan medali perunggu dengan kategori line tracer oleh Qowi Maula serta robot teater oleh Hisyam Hakim, Aliyah Dafitri, Qowi Maula, Naufal Mochtar, Wildan, Renaldi, Aqsa dan Rizky Firdaus.
“Kami bersyukur dengan prestasi inil apalagi, diikuti hampir seluruh negara di kawasan ASEAN,” tandas Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 2 Denpasar, Siti Nurhamidah kepada wartawan Rabu (14/1/2015).
Mereka mengikuti olimpiade ini tidak melalui Diknas. Untuk kegiatan ekstra kurikuler robotik di Pulau Bali merupakan satu-satunya di SD 2 Muhammadiyah Denpasar.
Ekstra kulikuler yang diberi nama Ngurah Rai Junior Robot itu mulai dibuka tahun 2011.
“Saat kita buka pertama, perjuangannya luar biasa, terutama soal mahalnya ongkos biaya untuk narasumber dan peralatan robot. Alatnya mahal-mahal sekali,” tuturnya.
Meski baru dibentuk, anak didiknya mampu menyabet gelar bergengsi tingkat nasional dan internasional.
“Semua berjalan berkat dukungan wali murid. Anak-anak ini memang berbakat dan harus kita bina, harus ada wadah,” sambungnya.
2011 pula Nurhamidah memberanikan diri mengikutsertakan anak didiknya dalam lomba robotik di Denpasar.
Begitu juga pada tahun berikutnya. Baru pada even olimpiade tingkat nasional di Malang, Jawa Timur, sekolah mengirim anak didiknya.
Beberapa kejuaraan dan juara diraih anak-anak Muhamadiyah seperti juara I tingkat nasional pada tahun 2013 dengan kategori line tracer.
“Juga meraih perak pada even di Bandung, Jawa Barat,” tukasnya.
Pembina robotik SD Muhammadiyah 2 Denpasar, Ardita Kusuma, menuturkan, segala macam peralatan robot didukung secara finansial oleh orang tua murid.
Pihak sekolah hanya sebatas fasilitator pelatihan saja. “Alatnya mahal-mahal, sampai ada yang seharga Rp8 juta,” katanya mencontohkan.
Ekstrakulikuler robotik diikuti mereka yang duduk di bangku kelas 3 sampai 5 SD.
Sementara kelas 6 hanya ditugaskan sebagai pendamping saja. Untuk kelas 6 kan dia juga harus mempersiapkan diri menghadapi UN. (kto)