Skandal Kredit Fiktif Bank BUMN DIY: Tiga Tersangka Ditahan, Kerugian Negara Capai Rp3,39 Miliar

Tiga tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit fiktif di salah satu Unit Bank BUMN di Yogyakarta ditahan Kejati DIY

5 Desember 2025, 05:12 WIB

Yogyakarta– Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) resmi menahan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit fiktif di salah satu Unit Bank BUMN di Banguntapan, Yogyakarta.

Penetapan dan penahanan ini dilakukan pada Kamis (4/12/2025) setelah penyidik memastikan terpenuhinya minimal dua alat bukti yang sah.

Tindakan tegas ini dilakukan menjelang peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia), mengirimkan pesan kuat tentang komitmen pemberantasan korupsi di lingkungan perbankan milik negara.

Ketiga individu yang sebelumnya berstatus saksi, kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan selama 20 hari di Lapas Kelas IIA Yogyakarta. Mereka yang ditahan adalah:

PAW: Pegawai bank (Mantri) periode 2021–2023.

SNSN: Pegawai bank (Mantri) periode 2023–2024.

SAPM: Agen mitra UMI (ultramikro).

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DIY, Dodik Hermawan, mengungkapkan bahwa kasus ini menyangkut kredit KUR, KUPEDES, dan KUPRA yang seharusnya ditujukan untuk masyarakat kecil, namun disalahgunakan dalam periode 2020 hingga 2024.

“Tim Penyidik telah memeriksa 19 saksi dan tiga ahli, serta mengamankan 157 dokumen. Dari pemeriksaan, ditemukan actual loss fraud dengan total kerugian sekitar Rp 3.390.613.045,” tegas Dodik kepada wartawan di kantornya, Kamis (4/12/2025).

Penyidikan mengungkap skema kejahatan yang terstruktur dan merugikan keuangan negara sekaligus nasabah. Modus utamanya adalah:

Mencari “Topengan”: Tersangka SAPM berperan mencari calon debitur, meminjam identitas (KTP, KK), dan mengurus surat keterangan usaha yang diduga fiktif.

Verifikasi Rekayasa: Dokumen tersebut kemudian diserahkan kepada Mantri bank, PAW dan SNSN, untuk diproses. Proses verifikasi lapangan dan wawancara dilakukan di bawah arahan para tersangka dari pihak bank.

Pengalihan Dana: Setelah kredit cair, SAPM membantu nasabah membuat mobile banking dan langsung memindahkan dana kredit ke rekening yang ia kuasai.

Nasabah Korban: Ditemukan bahwa sebagian nasabah adalah nasabah sungguhan namun nilai pinjamannya “ditinggikan” tanpa sepengetahuan mereka, sementara sebagian lain hanya dipakai sebagai ‘topengan’ untuk memuluskan pencairan.

Sebagian besar dana, sekitar 80–90%, diduga dikuras oleh SAPM dan digunakan dalam pola “gali lubang tutup lubang” untuk menutup pinjaman lain.

Kasidik Pidsus Kejati DIY, Bagus Kurnianto, menjelaskan bahwa kasus ini terungkap bukan dari audit internal, melainkan dari lonjakan nilai kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yang mencurigakan.

“Nilai NPL yang tinggi membuat pihak bank melakukan pengecekan lapangan. Dari sana ditemukan bahwa dana tidak dipakai oleh para nasabah. Alirannya mengarah ke satu pihak, yaitu agen mitra,” ungkap Bagus.

Aspidsus Kejati DIY, Dodik Hermawan, menegaskan penyidikan belum berakhir. Kejati masih mendalami dan mencari pihak lain yang diduga turut bertanggung jawab. Kemungkinan adanya tersangka baru masih terbuka lebar.

Para tersangka kini dijerat dengan dakwaan primer Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 55 Ayat (1) KUHP, dengan dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor.***

Berita Lainnya

Terkini