SMA 2 Denpasar Bantah Larang Siswinya Berjilbab

9 Januari 2014, 17:54 WIB
Wakil Kepala SMA 2 Denpasar Made Semadi Yasa (Foto:Kabarnusa)

Kabarnusa.com, Denpasar – Pihak SMA Negeri 2 Denpasar, Bali membantah telah menerbitkan aturan pelarangan bagi siswinya yang mengenakan pakaian jilbab di sekolah.
 

Wakil Kepala dan Humas SMA 2 Denpasar Made Semadi Yasa mengungkapkan hal itu menyikapi pemberitaan media yang menyebutkan, sekolahnya telah melarang jilbab bahkan meminta Anita salah seorang siswanya pindah sekolah jika ngotot berjilbab.

Dalam kasus Anita yang tercatat siswi kelas XIII IPA, di mana dalam pemberitaan disebutkan pihak sekolah mengusirnya dengan menyuruh pindah ke sekolah lain, karena mengenakan jilbab, Semadi langsung menepisnya.

Dari amatannya, Anita di sekolah tidak mengenakan jilbab kecuali di luar sekolah dirinya tidak mengetahui sejauh itu.

“Kalau kami sampai mengusir, muridnya ada kok, saya langsung mengajar dia, dia juga tidak pernah ngomong apa ke saya soal itu,” sergahnya ditemui di kantornya, Kamis (9/1/2014).

Dia menegaskan, tidak pernah menyampaikan ke siswa untuk melarang mengenakan jilbab. Yang terjadi, sebaliknya kata-kata kecaman dan umpatan dari pihak-pihak dialamatkan kepada sekolahnya.

“Kami hanya bllang, sejak mereka (siswa) masuk sampai kelas X, XI dan XII, telah diberikan sebuah buku, namanya stundent diary,” tuturnya.

Dalam buku panduan itu, tertulis tata tertib sekolah yang salah satunya, memuat tentang pakaian seragam yang mesti dikenakan mulai hari Senin sampai Sabtu.

Bahkan ,sekolahnya memiliki pakaian pakaian “endek”, yang mesti dikenakan pada hari Jumat dan Sabtu. Kain endek itu yang dimiliki sekolah sekaligus sebagai ciri khas Kota Denpasar.

“Terlepas dia pakai yang lain, ini loh seragam kami. Kalau Anda mau makai ya silakan, terserah itu urusan Anda, kami gak mau tau,” ucapnya.

Alasan utama menyeragamkan pakaian untuk siswa, sambung Semadi tak lain bertujuan untuk mencegah terjadinya kesenjangan atau gap antar siswa.

“Yang jelas apa yang kami berikan anak-anak untuk kesegaraman sebagai panduan,” imbuhnya.

Bisa dibayangkan, apa yang akan terjadi, jika sekolah membebaskan siswanya berpakaian. Karena itu, pihaknya tidak mau fokus pada hal-hal lain semacam itu, karena itu akan membuat fokus sekolah terpecah.

“Kami hanya fokus pada pendidikan, kalau kami bilang misalnya kamu pakaian begini, pasti akan tekotak-kotak,” tandasnya.

Karenanya, sekolah memiliki tata tertib yang telah diwariskan dari tahun demi tahun dalam hal seragam sekolah.

“Yang kami tekankan, dengan seragam sama itu, tidak akan kelihatan si A si B  itu besar kecil, kaya miskin, beragama ABCD dan seterusnya, itu tidak akan kelihatan karena semua berpakaian sama,” dalihnya.  (rma)

Berita Lainnya

Terkini