![]() |
Siti Maemona |
DENPASAR – Pameran yang menampilkan kekayaan dan keindahan wastra dari penjuru nusantara ini akan dibuka bersamaan peluncuran buku “Nusawastra Silang Budaya”, di Bentara Budaya Bali (BBB) 25 Februari hingga 3 Maret 2017.
Wastra-wastra yang dipamerkan merupakan koleksi langka, berupa songket, kain kapal, berbagai batik, hingga ke kain gringsing dan tenun ikat lainnya yang berasal dari Aceh, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, ke Bali hingga ke ujung Nusa Tenggara Timur (NTT).
Selain wastra langka semasa kerajaan dulu, ditampilkan pula buah cipta para ‘empu’ dari era kerajaan-kerajaan masa dulu, termasuk juga seniman-seniman wastra yang hingga kini masih aktif berkarya semisal: Dudung Alie Sjahbana, Siti Maimona, Henni Adli dan Tatik Sri Harta.
Tak ketinggalan para pendahulu antara lain “Bapak Batik Indonesia” Panembahan Harjonagoro; “Go Tik Swan”; Oei Soe Tjoen; Setyowijaya; Iwan Tirta; dan Simon “Lenan” Setijoko; yang semuanya telah tiada. Sebagai kurator adalah Eddy Soetriyono.
“Mereka adalah para pelanjut tongkat estafet tradisi yang dibawa ke masa kini dan masa depan: kontemporer dan bahkan post-modern,“ ungkap Eddy Soetriyono. Buku Nusawastra Silang Budaya disusun oleh Quoriena Ginting, seorang pecinta dan kolektor kain.
Buku ini tidak hanya menampilkan wastra-wastra tradisi lama yang silam, tradisi yang mati, melainkan juga wastra tradisi yang terus dilanjutkan ke masa kini oleh para “empu” atau “seniman wastra.
Quoriena Ginting, adalah kolektor dan pecinta kain yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan. Ia merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Program Spesialis Notariat, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Selain pameran, program ini akan ditandai pula dengan dialog “Bincang Wastra” pada Minggu (26/2) bersama sejumlah pakar dan pegiat wastra di Indonesia, serta pemutaran dokumenter yang menggambarkan kekayaan wastra Nusantara. Bertindak sebagai pimpinan produksi program ini adalah Rindi Soepardi.
Agenda Bincang Wastra mengetengahkan 2 topik utama, yakni “UPAYA SONGKET DAN IKAT AGAR TERUS MEMIKAT”, menghadirkan pembicara Henny Adli (pakar & pelaku songket Minang) dan Cletus Beru (pakar & pelaku tenun NTT), serta “ANTARA INOVASI DAN TRADISI”, bersama narasumber Dudung Alie Syahbana (Pengajar Universitas Pekalongan, pakar & pelaku batik) dan Siti Maemona (pakar & pelaku batik Madura).
Henny Adli, lahir di Sawah Lunto, Sumetera Barat. Ia adalah lulusan Pendidikan Tata Busana serta sempat mengajar SMP di Padang (1984-1994). Selama 10 tahun ini mendidik anak-anak muda di daerah-daerah untuk membuat songket dan sulam (1994-2004).
Hasil karyanya sudah dipamerkan ke Jakarta, Medan, Bandung, dan Surabaya; bahkan ke Singapura, Malaysia. Juga negara-negara di Eropa dan Amerika Latin.Sejak tahun 1997, karya-karyanya dijadikan cindera mata bagi para pemimpin asing yang menjadi tamu di Istana Negara dan dijadikan busana para pemimpin negara peserta KTT di Bali tahun 2003.
Meraih penghargaan sebagai Pelestari Budaya Indonesia dan sebagai Pencipta Karya Tenun Terbaik (2004-2005). Pada tahun 2015 karyanya memperoleh pengakuan sebagai Songket Terbaik di pameran Adiwastra Nusantara.
Dudung Alie Syahbana, lahir 8 Januari 1965 di Pekalongan, Jawa Tengah. Ia merupakan pengajar Universitas Pekalongan dan telah meraih sejumlah penghargaan, diantaranya: Juara Lomba Disain Batik Yayasan Batik Indonesia (1999), Juara Yayasan Batik Indonesia (2003), Seal of Exellen dari Unesco (2007), Inacraft Award (2003, 2007, 2014), Best of The Best Inacraft Award (2014).
Siti Maemona, lahir di Tanjung Bumi, Bangkalan pada 10 Juli 1969. Ia merupakan generasi keempat dari keluarga pengrajin batik Madura yang mulai merintis usaha sejak 1950, dimana usaha batik ini sempat vakum pada generasi ketiga.
Karena kecintaannya pada batik semenjak kecil, ia mencoba untuk menghidupkan kembali usaha keluarganya dan berkonsentrasi di bidang ini sejak tahun 1996 dan terus berupaya untuk tetap melestarikan batik terutama batik Madura.
Sejak tahun 2004, ia berkesempatan untuk melakukan pameran batik di Australia, Jepang, Italia, Prancis dan dalam Muscat Festival, Oman atas undangan Pemerintahan Oman, serta di Xian Si, Cina.
Mendapatkan penghargaan, “Seal of Excellence for Handicraft Product in Southeast Asia” dari Unesco pada tahun 2004 dan penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia yaitu Upakarti tahun 2014 dalam “Jasa Kepeloporan” dalam membantu membentuk kelompok-kelompok kecil pengrajin di Tanjung Bumi sehingga lebih pengrajin batik di Tanjung Bumi, desa kelahirannya menjadi lebih terorganisir. (gek)